Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#47

Sementara itu Lasa sedang dikerubut oleh tiga orang penyamun. Dengan sepasang pisau belati ia sibuk menangkis serangan pedang lawan. Dengan gesit Lasa menghindar dan menangkis babatan pedang ketiga lawannya. Lawannya pun tak bisa segera menggoreskan pedang ke tubuh Lasa yang berloncatan sambil memutar-mutar pisau belati rangkapnya. Lasa memang seorang prajurit sandi pilihan. Tak salah Baginda Prabu di Demak mempercayakan putranya untuk didampingi.
Dalam pada itu, dua orang yang mengancam Bayaputih, perhatiannya tertuju kepada Lasa yang sedang dikerubut oleh tiga orang kawannya. Mereka mengabaikan lawannya yang masih berdiam diri dan tak bersenjata itu. Terlalu mudah baginya untuk meringkus orang tak bersenjata itu. Mereka mengira lawan yang dikerubut oleh ketiga kawannya itu yang bertanggungjawab atas keselamatan orang yang tak bersenjata itu. Jika orang bersenjata pisau belati rangkap itu telah dilumpuhkan, maka selesai sudah perlawanan lawannya. Namun ketiga orang yang mengeroyok Lasa itu tak segera dapat melumpuhkan lawannya. Tiga bilah pedang dari segala arah membabat Lasa. Tetapi pisau belati rangkap di tangan Lasa mampu melindungi dengan baik. Bahkan kaki Lasa sempat menyapu salah seorang lawannya sehingga lawannya itu terhuyung hampir saja jatuh. Beruntung kawannya yang lain segera melindungi sehingga pisau belati Lasa tak sempat menghujam di dadanya.
Melihat hal itu, salah seorang dari yang mengancam Bayaputih itu ingin bergabung dengan ketiga kawannya agar bisa dengan cepat melumpuhkan lawannya yang hanya seorang diri itu.
“Awasi orang ini agar tak melarikan diri, aku akan ikut terjun membantu ketiga kawan kita…..!” kata salah seorang penyamun itu.
Ia pun segera meloncat mendekati arena pertarungan.
Namun tiba-tiba orang itu berteriak mengaduh; “Auuuuh…..!” Sebuah batu sebesar telur bebek menghantam lengan yang memegang pedang. Pedang pun terpental dan jatuh ke tanah. Ia pun kesakitan, serasa tulang lengannya remuk.
“Bedebah…. bangsat….! Kau licik…..!” umpat begal yang mengawasi Bayaputih sambil mengayunkan pedangnya ke leher orang yang diawasinya, karena ia tahu bahwa yang melempar batu adalah orang itu. Namun begal itu terkejut bukan kepalang, lawannya itu hanya sedikit menunduk dan pedang itu lewat di atas kepala lawannya dan hanya menerpa angin. Namun sekejap kemudian ia terhuyung dan jatuh berguling menahan sakit yang tak terkira. Sebuah tendangan menghantam lambungnya dengan kuat.
Bayaputih masih tetap berdiri dengan tersenyum. Ia tak berusaha memburu lawannya. Dua orang yang mengancamnya telah kesakitan. Jika ia mau, ia bisa memungut pedang lawannya yang terlepas dan kemudian menghabisi lawan-lawanya.
Namun yang terkejut justru Lasa, karena tiba-tiba salah seorang lawannya meloncat mundur dan kemudian melarikan diri. Sekejap kemudian dua orang lawannya pun melarikan diri pula. Mereka tak perduli dengan kawannya yang kesakitan.
Pimpinan begal itu menjadi jeri, mereka bertiga tak mampu melumpuhkan lawannya. Dan ia melihat dua orang kawannya sudah tak berdaya. Jika lawannya yang tak bersenjata itu bergabung untuk membantu orang yang bersenjata pisau belati rangkap, tentu sangat berbahaya bagi mereka. Ia yakin bahwa orang yang tak bersenjata itu jauh lebih sakti dari lawannya itu.
“Kaaang….. tungguuuu….!” teriak begal yang lambungnya dihantam tendangan Bayaputih. Ia melihat kawannya yang pedangnya terlepas telah melarikan diri pula. Dan ia pun dengan menahan sakit di lambungnya melarikan diri pula.
Bayaputih hanya tersenyum melihat tingkah para penyamun, namun ia tak berusaha untuk mengejarnya. Lasa pun masih menggenggam dengan erat kedua pisau belatinya, dan ia juga tak berusaha untuk mengejar lawan-lawanya. Namun diam-diam Lasa kagum kepada pangeran dari tanah seberang yang ia ikuti tersebut. Ternyata pangeran itu seorang yang berilmu tinggi pula. Pantas jika Baginda Prabu di Demak tak khawatir melepaskan putranya itu untuk mengembara mencari pengalaman.
“Kita bisa menangkap salah seorang dari mereka, pangeran…..!” kata Lasa.
………..
Bersambung……….

Petuah Simbah: “Orang yang berhati jahat tak akan mau mempertaruhkan nyawanya bagi kawannya.”
(@SUN)

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *