Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#68

gendhuk jinten

Sementara itu, Lintang Panjersore telah bersembunyi di balik cakrawala, pertanda telah menjelang tengah malam. Hiruk-pikuk, gelak tawa dan celotehan di padang rerumputan liar di sebelah utara candi Prambanan dan di sebelah timur kali Opak masih gaduh riuh. Kabut keputihan masih menyelimuti area itu. Bau menyengat semakin meluas seiring dengan arah angin. Sedangkan Raden Bandung Bandawasa masih memusatkan nalar budinya bersamadi di sebuah batu besar yang datar di pinggir kali Opak. Jika Raden Bandung Bandawasa kendor dalam bersamadi, ajian yang sedang ia terapkan akan pudar bahkan ambyar, makhluk-makhluk yang ia panggil bisa buyar kembali ke asal mereka. Dan jika terjadi demikian, maka pembangunan candi tak akan selesai, maka Raden Bandung Bandawasa ada di pihak yang kalah.
Para makhluk tak kasat mata itu semakin hiruk-pikuk riuh rendah, karena candi-candi yang dibangun sungguh-sungguh telah terwujud. Lebih dari separoh dari seribu candi yang direncanakan telah berdiri kokoh dan indah. Mereka yakin bahwa sebelum matahari merekah di ufuk timur, seribu candi pasti sudah berdiri.

Dalam pada itu, kawula Baka telah berkumpul di dusun Kumuda di sisi timur candi Prambanan. Mereka telah menyiapkan berbagai alat bunyi-bunyian. Lesung, kentongan, bende dan sebagainya.
Mereka juga mengumpulkan rapak dedaunan kering serta kayu-kayu kering yang cukup banyak. Mereka telah bersepakat, jika terdengar kokok ayam jantan untuk kedua kalinya, segala macam bunyi-bunyian ditabuh dengan beriringan mendekati padang rerumputan liar. Seketika itu juga rapak kering dan kayu-kayu kering juga akan dibakar di bulak sebelah barat dusun Kumuda. Rara Jonggrang sendiri yang memimpin orang-orang itu.

Ki Bekel Klurak berhenti sejenak. Birawa semakin penasaran akan kelanjutan cerita tersebut. Namun kemudian Ki Bekel melanjutkan ceritanya.

Yang ditunggu oleh orang-orang di bulak sebelah barat dusun Kumuda akhirnya datang juga. Ayam jago berkokok bersahut-sahutan. Seketika itu juga terdengar titir kentongan bertalu-talu dan ditimpali suara bende berdentang memecah kesunyian dini hari. Lesung jumengglung membuat semakin hingar-bingar suara berbagai tetabuhan.
Raden Bandung Bandawasa terhenyak mendengar hingar bingar berbagai tetabuhan. Ia sedikit kendor dalam bersamadi.
Segala makhluk tidak kasat mata yang sedang membangun candi pun terkejut bukan kepalang. Mereka berhenti sejenak untuk mengetahui suara apakah yang memekakkan telinga mereka itu. Mereka memang terusik dengan suara berbagai macam tetabuhan itu. Mereka berharap suara berbagai tetabuhan itu segera berhenti. Namun yang terjadi justru sebaliknya, hingar-bingar suara itu semakin lama semakin mendekat. Berbagai makhluk kasat mata itu dibuat gelisah karenanya.
Belum reda kegelisahan mereka, mereka terkejut melihat semburat merah di ufuk timur. Semburat merah itu semakin lama semakin benderang.
Pada saat itu, Rara Jonggrang memerintahkan untuk membakar rapak dedaunan kering dan kayu-kayu kering di sepanjang bulak di sebelah barat dusun Kumuda. Kobaran api itulah yang membuat terlihat semburat merah di ufuk timur. Dusun Kumuda memang berada di sebelah timur dari area candi Prambanan.
Mereka, para makhluk yang tidak kasat mata itu mengira pagi hari telah tiba dan sang mentari segera menerangi dunia. Cahaya matahari itulah yang paling dibenci oleh makhluk-makhluk di padang rerumputan liar yang diselimuti kabut keputihan itu.
Terjadi kekacauan luar biasa di kalangan makhluk-makhluk itu. Bahkan, sebagian besar kemudian lari tunggang langgang masuk hutan dan bersembunyi di tempat mereka sebelumnya.
Ketika suara tetabuhan semakin lama semakin mendekat, makhluk-makhluk yang tersisa di pembangunan candi itupun tidak tahan. Mereka menyusul rekan-rekannya yang telah melarikan diri. Dan akhirnya tak tersisa satu makhlukpun di tempat pembangunan candi itu.
Raden Bandung Bandawasa buyar samadinya. Ia pun meloncat ke candi-candi yang sedang dibangun. Namun tak ada satupun makhluk yang sebelumnya ia datangkan.
…………
Bersambung………..

Petuah Simbah: “Makhluk-makhluk dari dunia kegelapan, akan takut dengan terangnya cahaya.”
(@SUN)

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *