Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#67

Rara Jonggrang tak tahan berada di cekungan candi Prambanan itu. Suara tertawa-tawa dan celotehan semakin membuat bergidik bulu kuduk. Suara beradunya batu-batu pun semakin riuh. Namun yang membuat Rara Jonggrang tidak tahan adalah bau bacin yang semakin menyengat menusuk hidung.
Rara Jonggrang kemudian beringsut meninggalkan tempat itu, menjauh dari suara gaduh riuh dan bau yang sangat mengganggu. Ia menduga semua itu berasal dari makhluk yang tidak kasat mata.

Birawa dan Wilapa bisa membayangkan apa yang diceritakan oleh Ki Bekel itu dari tempatnya berada. Mereka membayangkan jin peri perahyangan suruhan Raden Bandung Bandawasa sedang membangun candi. Gemeretaknya suara batu beradu adalah benar-benar batu yang sedang ditata. Mereka berdua seakan bisa merasakan apa yang dialami oleh Rara Jonggrang.
“Bagaimana, apakah cerita ditunda atau dilanjutkan…..?” tanya Ki Bekel.
“Dilanjutkan saja Ki…..!” pinta Birawa yang semakin penasaran karena merupakan cerita asing baginya.
“Baiklah…..!” kata Ki Bekel singkat.

Rara Jonggrang sungguh gelisah, ia sangat khawatir jika Bandung Bandawasa benar-benar bisa mewujudkan permintaannya tersebut. Jika itu terjadi, ia harus bersedia diboyong ke negeri Pengging.
“Aku tidak sudi disunting oleh orang yang menewaskan ayah dan paman…..!” tekat Rara Jonggrang.

Rara Jonggrang berjalan menjauh dan terus menjauh dari suara gaduh riuh serta bau menyengat.
Rara Jonggrang terkejut bukan kepalang karena mendapati kerumunan orang-orang.
Mereka, orang-orang itu juga mendengar suara gaduh riuh. Ada beberapa orang yang memberanikan diri mendekati sumber suara itu, tetapi mereka tidak tahan dengan bau bacin yang menyengat. Mereka juga merinding mendengar suara tertawa-tawa serta suara-suara celotehan-celotehan yang membuat bulu kuduk mereka meremang. Mereka juga tidak bisa melihat apa-apa kecuali kabut yang menyelimuti sisi utara dari candi Prambanan.

Mereka, orang-orang yang berkerumun itu terkejut dan takut ketika melihat sesosok wanita yang mendekati mereka di keremangan malam itu. Yang membuat mereka merinding, bahwa wanita itu datang dari arah suara-suara yang membuat bulu kuduk mereka meremang. Bahkan para lelaki telah bersiaga dengan senjata mereka di tangan.
“Ini aku….! Rara Jonggrang, jangan takut…..!” kata suara wanita tadi.
Mereka adalah kawula negeri Baka juga yang sudah tidak asing kepada Rara Jonggrang.
“Ooh benarkah andika gusti putri….?” tanya salah seorang dari mereka.
“Yaaa….., ini aku……!” sahut Rara Jonggrang.
“Apa yang telah terjadi di padang rumput sebelah utara candi Prambanan itu, Gusti Putri…..?”
“Itu para genderuwo, tetekan, jin peri parahyangan sedang pesta jasad manusia…..!” kata Rara Jonggrang asal saja.
Mereka, orang-orang itu semakin bergidik bulu kuduknya. Mereka percaya bahwa yang dikatakan oleh Rara Jonggrang benar adanya.
“Usir mereka….., usir mereka…..!” teriak salah seorang dari orang-orang itu.
“Kau jangan aneh-aneh….! kita bisa kena kutuk…..!” sahut yang lain.
Tiba-tiba Rara Jonggrang terbersit harapan, jika benar bisa mengusir makhluk-makhluk itu, artinya Bandung Bandawasa akan gagal mewujudkan permintaannya.
“Heee…., paman….! Apa mungkin kita bisa mengusir mereka…..?” tanya Rara Jonggrang.
“Tentu saja bisa…..! Kita manusia tidak boleh kalah dengan makhluk-makhluk itu…..! Jika tidak diusir, tanah itu akan menjadi tanah yang sangar…..!” kata orang yang telah lebih setengah baya itu.
“Bagaimana caranya, Paman…..?” tanya Rara Jonggrang yang penuh harapan.
“Kata para sesepuh zaman dahulu, makhluk-makhluk seperti itu takut dengan bunyi-bunyian yang memekakkan dan nyala api yang terang benderang…..!” kata orang itu.
“Konon, makhluk-makhluk itu juga takut dengan cahaya matahari…..!” sahut yang lain.
“Baiklah jika demikian…..! Ayo kita usir mereka….!” kata Rara Jonggrang.

Mereka kemudian berunding untuk menggerakkan seluruh kawula Baka untuk mengusir makhluk-makhluk yang mengganggu ketenangan seluruh warga sekitar candi Prambanan.
……………
Bersambung……..

Petuah Simbah: “Kita manusia tidak boleh kalah oleh makhluk-makhluk tak kasat mata itu.”
(@SUN)

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *