Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#80

gendhuk jinten

Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.

Gendhuk Jinten.

Nyi Demang pun kemudian disibukkan oleh kegiatan sehari-hari seperti biasa. Sedangkan Ki Tanu tergelitik untuk membuka surat yang diterima dari Ki Tanu.
Surat dibuka dan kemudian dibacanya. Awal surat berisi tentang terimakasih Ki Tanu kepada Ki Demang, para perangkat kademangan maupun kawula kademangan Pengging yang telah menerima Ki Tanu dan putrinya dengan ramah dan baik, bahkan membuatkan pondok baginya. Pada bagian selanjutnya, tentang permohonan maaf Ki Tanu jika selama ini ada yang tidak berkenan kepada Ki Tanu dan Gendhuk Jinten. Bagian selanjutnya menerangkan tentang keadaan Gendhuk Jinten, yang sebenarnya telah dikatakan langsung oleh Ki Tanu sebelumnya. Dan dilanjutkan dengan cerita kesedihan Ki Tanu mengalami peristiwa seperti itu. Hal itu pun telah diceritakan sebelumnya. Diceritakan pula tentang siapa jati diri Ki Tanu dan putrinya, Gendhuk Jinten sesungguhnya. Bahwa nama Ki Tanu yang sebenarnya adalah Raden Tanu Teja, seorang menantu Baginda Prabu. Sedangkan Gendhuk Jinten bernama asli Raden Rara Dyah Mayangsari. Ditulis dalam surat itu pula bahwa Ki Tanu ingin mencari ibundanya Raden Rara Dyah Mayangsari, seorang putri kandung dari Baginda Prabu. Selanjutnya berisi tentang dititipkannya Gendhuk Jinten kepada keluarga Ki Demang. Dalam hal ini, Ki Demang justru telah menerima Gendhuk Jinten sebagi putrinya, dan nanti jabang bayi yang akan lahir akan dianggap sebagai cucunya. Hal itu lebih dari harapan Ki Tanu yang tertulis dalam suratnya.
Bagian berikutnya membuat dsni Ki Demang berkerut, bahkan kemudian dibacanya ulang isi surat itu. Di bagian surat itu tertulis dengan jelas bahwa Ki Tanu menitipkan harta yang berupa mas intan berlian dan uang logam. Dijelaskan pula bahwa harta itu dipendam oleh Ki Tanu di bawah pohon nangka di tepi sungai dan diatasnya ada batu sebesar kepala kerbau. Harta itu ada di dalam cupu tembikar. Tempat itu jika tidak ada orang yang memberi tahu, kecil kemungkinan diketahui oleh orang lain. Harta benda itu diserahkan kepada Ki Demang untuk kelangsungan hidup Gendhuk Jinten dan anaknya kelak dan juga bisa untuk keperluan kademangan jika diperlukan.
Ki Demang mengulangi lagi isi surat di bagian itu untuk meyakinkannya.
Ditulis dalam surat itu pula bahwa kepergian Ki Tanu tidak diketahui sampai kapan akan kembali.

Ki Demang kemudian memanggil Nyi Demang untuk diberi tahu tentang isi surat itu.
“Nyiii…..! Kemarilah…..!” panggil Ki Demang.
“Baik Ki……!” Nyi Demang bergegas menghampiri Ki Demang.

Ki Demang kemudian menceritakan isi surat tersebut kepada Nyi Demang.
“Sedemikian rinci isi surat tersebut, Ki…….! Bahkan letak cucu tembikar pun ditulis dengan jelas…..!” kata Nyi Demang.
“Nanti malam akan aku ambil secara diam-diam, aku percaya yang ditulis oleh Ki Tanu itu benar adanya…..!” kata Ki Demang.
“Sebaiknya memang demikian, jangan sampai ada orang lain yang mengetahuinya….!” kata Nyi Demang.
“Sekarang sebaiknya kita berdua datang ke pondok Ki Tanu untuk menjumpai Gendhuk Jinten sekalian menyerahkan surat ini kepada Gendhuk Jinten…..!” ajak Ki Demang.
“Baiklah Ki…..! Sekarang saja ayo….!”
kata Nyi Demang.

Sambil berjalan menuju ke pondok Ki Tanu, Nyi Demang sempat menanyakan kepada Ki Demang, bagaimana caranya atau dalihnya untuk menutupi aib yang menimpa Ki Tanu dan putrinya itu jika nanti orang-orang kademangan menanyakan.
Ki Demang tak segera menjawab karena memang belum tahu dengan apa yang akan direncanakan.
Namun beberapa saat kemudian Ki Demang menemukan jawabnya, walau jawaban rencananya itu bukan yang sebenarnya.
“Akan aku katakan kepada para perangkat kademangan, bahwa Gendhuk Jinten telah dirudapaksa oleh seseorang. Dan seseorang itu adalah lawan Ki Tanu pada masa mudanya. Itu adalah bentuk balas dendam dari lawannya itu karena ia tak pernah bisa mengalahkan Ki Tanu. Dan lawannya itu telah menulis tantangan agar mengejarnya sampai laut selatan. Ki Tanu sebagai seorang Ksatria tak mungkin mengabaikan tantangan itu, terlebih lawannya itu telah menodai putrinya…..!” kata Ki Demang.
“Ooh baik sekali, Ki…..! Aku setuju, dan kita akan berbicara kepada siapun bahwa kejadiannya seperti itu…..!” kata Nyi Demang.
…………
Bersambung………

Petuah Simbah: “Ada ungkapan Jawa; Dora sembada, yang maknanya, berbohong demi kebaikan.”
(@SUN)

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *