Penerus Trah Prabu Brawijaya-Jaka Tingkir-Part#159

penerus trah prabu brawijaya

Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)

Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.

Sementara itu, setelah sedikit lewat tengah malam, di tepi pantai di wilayah Banten, benteng Portugis dihujani anak panah api. Batang dan ekor anak panah itu dibalut dengan kain basah oleh minyak buah jarak.
Pasukan Portugis yang di dalam benteng itu sama sekali tidak menduga bahwa serangan dilancarkan pada tengah malam. Mereka sudah tahu bahwa memang ada pergerakan musuh yang mengepung benteng. Mereka mengira bahwa serangan akan dilancarkan pada esok hari. Mereka telah mempersiapkan segala peralatan untuk melawan musuh yang mengepung benteng. Dan kini, malam ini hujan anak panah api telah meluncur dari berbagai arah. Pasukan Portugis tak sempat mengadakan perlawanan, tetapi disibukkan untuk menyelamatkan diri. Memang beberapa kali terdengar ledakan senjata lontar api. Namun di malam hari sulit untuk membidik sasaran. Lagi pula, nyala api semakin berkobar di segala tempat di dalam benteng itu. Bahkan di gerbang benteng juga sudah berkobar nyala api.
Pasukan Portugis benar-benar kewalahan menghadapi pasukan lawan dengan cara berperang seperti itu. Walau benteng itu terbuat dari batu bata yang kokoh kuat, namun kobaran api yang memenuhi benteng itu membuat para prajurit di dalamnya bagai terpanggang.
Satu-satunya pilihan dari pasukan Portugis adalah melarikan diri melalui lorong rahasia menuju bandar laut.
Namun demikian, tak sedikit prajurit Portugis yang terjebak dalam kobaran api dan tak mampu menyelamatkan diri, tewas.
Para prajurit gabungan tak berani mendekati laut karena mereka tahu bahwa di dalam kapal-kapal itu terdapat persenjataan yang lengkap. Terlebih lagi, anak panah mereka akan sulit untuk menjangkau kapal-kapal itu.

Di keremangan pagi, para prajurit pimpinan Sultan Trenggono dan Pangeran Fatahillah melihat kapal-kapal musuh meninggalkan bandar laut. Semakin lama kapal-kapal itu semakin jauh dan kemudian sudah tidak terlihat lagi. Para prajurit pun bersorak sorai karena berhasil mengusir bangsa kulit putih dari bumi Sunda Kelapa. Pertempuran yang nyaris tanpa memakan korban dipihaknya. Sungguh gelar perang yang jitu. Pertempuran yang teramat singkat. Dengan cara yang sederhana ternyata mampu mengusir musuh yang sepertinya teramat sulit dikalahkan jika harus bertempur secara terbuka.
Mereka yakin bahwa pasukan musuh itu tak akan berani kembali ke daratan Sunda Kelapa.
Sebuah kemenangan yang gemilang.

Pagi itu pasukan gabungan belum berani memasuki benteng yang telah terbakar. Bau gosong menyeruak terbawa angin. Bahkan tercium pula bau daging gosong.
Di beberapa sudut masih terlihat nyala api. Asap masih mengepul dari beberapa tempat.
Mereka yakin tak ada lagi makhluk hidup yang masih bertahan di dalam benteng. Namun demikian, pasukan gabungan tak tergesa-gesa untuk masuk ke dalam benteng. Bahkan sehari dua hari pasukan itu akan tetap berjaga di sekitar benteng itu.

Sementara itu, Ki Ageng Sela yang telah sepuh itu sudah mengajarkan segala ilmu yang dimiliki kepada para muridnya. Demikian pula kepada Mas Karebet Jaka Tingkir, ia telah menerima berbagai ilmu, namun tentu perlu dimatangkan untuk menguasainya.
Jaka Tingkir yang sudah terlihat mulai dewasa itu disarankan oleh Ki Ageng Sela untuk pergi ke Demak Bintara. Ia disarankan untuk memakai nama Jaka Tingkir dan berasal dari dusun Tingkir. Ki Ageng Sela juga menyarankan agar Jaka Tingkir tidak segera menyatakan dirinya bahwa ia adalah Mas Karebet putra Ki Ageng Pengging. Ki Ageng Sela tahu bahwa hubungan Demak Bintara dengan Kadipaten Pengging masih renggang, terutama karena gugurnya Ki Ageng Pengging Sepuh oleh pasukan Demak Bintara.
“Pergilah ke kotaraja Demak Bintara, temuilah Ki Ganjur, ia adalah ulama utama di keraton Demak Bintara. Ia adalah sahabatku dan juga sahabat Ki Ageng Tingkir ayah angkatmu. Bawalah secarik surat ini untuk Ki Ganjur…..!” kata Ki Ageng Sela.
“Jaka Tingkir tidak akan menolak perintah guru, hari ini juga akan berangkat ke kotaraja Demak Bintara….!” kata Jaka Tingkir.
………..
Bersambung……….

Petuah Simbah: “Ilmu harus selalu diasah dan dimatangkan untuk menguasainya.”
(@SUN)

**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *