Penerus Trah Prabu Brawijaya-Jaka Tingkir-Part#205

penerus trah prabu brawijaya

Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(205)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.

Ki Ageng Pengging terdiam sesaat, dan kemudian katanya; “Apapun dalihnya, beliau adalah orang tua kami yang harus aku hormati. Dan beliau telah gugur oleh para prajurit Demak. Dan yang kami ketahui beliau kalah karena dikeroyok……!”
Namun Kanjeng Sunan Kudus tak mau kalah dalam perbincangan, jawabnya; “Apapun dalih Ki Ageng, Ki Ageng harus menghadap Kanjeng Sultan, karena wilayah ini, wilayah Pengging adalah bagian dari kekuasaan Demak Bintara. Kami adalah utusan Sultan yang adalah seorang raja……!”
Ki Ageng Pengging terdiam, ia menyadari tak mungkin untuk melawan para utusan tersebut. Ia hanya seorang diri dan di hadapannya ada delapan orang. Seperti yang dikatakan sebelumnya oleh Sunan Kudus bahwa mereka adalah para prajurit Demak Bintara. Dan ia pun tahu bahwa Sunan Kudus adalah seorang senopati agung dan penasehat Sultan. Ia bisa bernasib seperti orang tuanya.
Namun hati Ki Ageng Pengging belum bisa menerima untuk mau menghadap kepada orang yang menyebabkan orang tuanya gugur.
“Baiklah, besuk aku akan utusan untuk pasok upeti ke Demak. Namun aku belum bisa datang ke Demak…..!” Kata Ki Ageng Pengging yang merasa tersudut.
“Bukan masalah upeti yang utama, namun kehadiran Ki Ageng ke Demak Bintara itu yang dikehendaki oleh Kanjeng Sultan……!” Lanjut Kanjeng Sunan Kudus.
Ki Ageng Pengging sungguh-sungguh tersudut oleh pembicaraan Sunan Kudus. Namun ia masih berusaha untuk tidak datang ke Demak Bintara.
“Tunggu beberapa pekan, aku harus minta pertimbangan guru kami, Kanjeng Syekh Sitijenar yang sekarang sedang bepergian…..!”
Kanjeng Sunan Kudus semakin tidak berkenan dengan mendengar nama Syekh Sitijenar. Ia tahu bahwa ajaran dari Syekh Sitijenar itu banyak yang tidak selaras dengan ajaran yang selama ini diajarkan oleh para wali.
“Jangan-jangan Syekh itu yang mengajarkan Ki Ageng untuk tidak bersedia untuk tunduk kepada kekuasaan Demak Bintara…..!” Tuduh Kanjeng Sunan Kudus.
“Jangan tuduh beliau dengan sembarangan. Beliau tidak ada urusan dengan pemerintahan. Beliau telah mengajarkan kepada kami budi pekerti yang luhur dengan dasar kepercayaan yang beliau ajarkan…..!” Dalih Ki Ageng Pengging.
Tiba-tiba salah seorang senopati yang menyertai Kanjeng Sunan Kudus tidak sabar. Ia kemudian menyela perbincangan itu.
“Maaf Kanjeng Sunan, sepertinya Ki Ageng Pengging memang keras kepala. Selayaknya kita pergunakan dengan cara keras pula…..!”
Ki Ageng Pengging yang kesehariannya adalah orang yang sabar dan rendah hati, setelah mendengar ucapan dari salah seorang pengiring Sunan Kudus itu hatinya panas pula. Terlebih nama Syekh Sitijenar juga direndahkan.
“Apapun yang terjadi, tanah ini akan aku pertahankan. Aku tahu kalian adalah para senopati pilihan dari Demak Bintara. Namun aku tidak mau direndahkan seperti itu…..!”
Berkata demikian, Ki Ageng Pengging kemudian melolos keris pusaka yang terselip di punggungnya. Ia kini telah memegang keris ligan – keris telanjang. Keris pusaka yang bila tergores sekecil apapun di kulit seorang manusia tentu akan tewas.
Kanjeng Sunan Kudus tidak mau lengah, demikian pula para pengiringnya yang merupakan para prajurit pilihan. Mereka pun segera bersiaga.
Secepat kilat Kanjeng Sunan Kudus ingin merebut keris di tangan Ki Ageng Pengging agar tidak memakan korban bagi pengiringnya. Namun Ki Ageng Pengging sempat berkelit. Tetapi naas tak bisa dihindari. Keris itu masih sempat dipertahankan, tetapi ujungnya justru menggores siku tangan kiri Ki Ageng Pengging sendiri. Yang terdengar adalah keluh tertahan dari Ki Ageng Pengging.
“Auuuhchhh……!”
Ki Ageng Pengging kemudian roboh di hadapan Kanjeng Sunan Kudus dan para pengiringnya.
Sejenak mereka menunggu apa yang terjadi. Mereka khawatir itu hanya tipu daya dari Ki Ageng Pengging saja yang kemudian dengan tiba-tiba bisa menyerang mereka.
Namun ditunggu beberapa saat Ki Ageng Pengging tidak bergerak sama sekali.
Salah seorang dari mereka kemudian mengambil keris yang masih tergenggam di tangan Ki Ageng Pengging. Namun tidak ada perlawanan apapun dari Ki Ageng Pengging.
“Ia telah tewas, Kanjeng Sunan…..!” Kata pengiringnya.
…………..
Bersambung…………

Petuah Simbah: “Senjata makan tuan.”
(@SUN).

**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *