Penerus Trah Prabu Brawijaya-Jaka Tingkir-Part#206

penerus trah prabu brawijaya

Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(206)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.

Kanjeng Sunan Kudus kemudian mendekatkan punggung telapak tangannya ke hidung Ki Ageng Pengging. Namun tidak terasa ada hembusan nafas lagi.
Mereka telah meyakini bahwa Ki Ageng Pengging sudah benar-benar meninggal.
Mereka kemudian memeriksa apa yang membuat Ki Ageng Pengging kemudian meninggal.
Mereka mendapatkan luka goresan di siku kiri tangan Ki Ageng Pengging.
“Heeem……, warangang keris pusaka ini sangat kuat. Hanya segores kecil pun telah membuat Ki Ageng Pengging meninggal. Dan jika goresan itu melukai kita, kita pun bisa bernasib seperti Ki Ageng Pengging ini……!” Berkata Kanjeng Sunan Kudus.
Mereka membayangkan jika Ki Ageng Pengging berhasil menggores mereka, mereka pun akan seperti Ki Ageng Pengging itu.
“Biarlah jenasah Ki Ageng Pengging ini diurus oleh para kerabatnya. Kita tak ingin membuat keributan di pendapa ini. Marilah kita bergegas meninggalkan tempat ini…..!” Ajak Kanjeng Sunan Kudus.

Mereka pun segera bergegas meninggalkan pendapa kadipaten Pengging. Jika para sentana mengetahui tentang kejadian itu, pasti akan terjadi keributan. Salah-salah akan terjadi bentrokan antara Kanjeng Sunan Kudus beserta para pengiringnya melawan pasukan pengawal kadipaten Pengging. Dan jika itu terjadi, pasti akan banyak korban yang berjatuhan. Namun demikian, bukan berarti Kanjeng Sunan Kudus beserta para pengiringnya takut.
Oleh karena itu, mereka kemudian berjalan cepat, bahkan dengan berlari-lari kecil agar segera jauh dari kotaraja Pengging.

Sementara itu, Nyi Pengging telah siap untuk menyajikan hidangan bagi para tamunya. Mereka telah menyiapkan sajian yang lebih dari pantas seperti pesan Ki Ageng Pengging.
Namun Nyi Ageng Pengging heran, mengapa di pendapa tak terdengar orang berbincang. Ia kemudian pergi ke pendapa untuk meminta kepada Ki Ageng Pengging agar para tamunya menuju ke sasana dhahar untuk makan bersama. Namun yang terjadi membuat seluruh penghuni rumah kadipaten terkejut bukan kepalang. Terdengar jeritan Nyi Ageng Pengging yang menyayat hati.
“Ki Ageng………..! Toloooong……..!” Jerit Nyi Ageng Pengging yang kemudian roboh tak sadarkan diri.
Mereka, para penghuni rumah kadipaten segera berlarian ke arah suara jeritan Nyi Ageng Pengging.
Mereka pun terperangah menyaksikan dua sosok yang tergeletak di lantai pendapa.
Ki Juru Taman segera memukul kentongan dengan irama meminta tolong. Yang mendengar suara kentongan itu segera bergegas menuju arah suara kentongan yang telah mereka hafal bahwa itu berasal dari kentongan yang berada di rumah kadipaten.
Rumah kadipaten pun menjadi gempar. Mereka telah memastikan bahwa Ki Ageng Pengging yang mereka hormati telah mangkat. Mereka melihat keris ligan berada di samping Ki Ageng Pengging. Namun mereka tidak segera mengetahui bahwa ada goresan kecil di siku Ki Ageng. Dan mereka pun tidak tahu mengapa dan bagaimana Ki Ageng Pengging meninggal, dan kemudian Nyi Ageng Pengging pingsan. Namun para inang yang sebelumnya berada di dapur mengetahui bahwa Ki Ageng Pengging baru saja menerima tamu delapan orang. Bahkan mereka telah menyiapkan hidangan untuk para tamunya tersebut.
“Di mana para tamu tersebut sekarang berada, Bibi……?” Bertanya salah seorang perangkat kadipaten.
“Sepertinya telah meninggalkan pendapa ini, Den……!” Jawab seorang inang yang telah separuh baya.
“Apa ciri-ciri mereka……?” Bertanya perangkat kadipaten selanjutnya.
Ki Juru Taman-lah yang memberikan keterangan, karena ia yang melihat secara langsung. Ia kemudian menceritakan ciri-ciri para tamunya tersebut.
“Mereka berpakaian selayaknya para santri. Namun yang seorang berpakaian jubah putih dan berikat kepala serba putih pula……!” Kata Juru Taman tersebut.
“Ayo sebagian ikut aku mengejar orang-orang tersebut…..!” Perintah perangkat kadipaten tersebut.
Lebih dari sepuluh orang kemudian mengikuti perangkat kadipaten tersebut. Mereka bertanya ke beberapa orang barangkali mengetahui arah perginya tamu Ki Ageng Pengging tersebut.
………………
Bersambung…………..

Petuah Simbah: “Akhir hidup seseorang tidak ada yang tahu kapan akan terjadi.”
(@SUN).

**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *