Penerus Trah Prabu Brawijaya-Jaka Tingkir-Part#212

penerus trah prabu brawijaya

Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(212)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.

Bahurekso mengumpat-umpat dengan kata kotor. Ia ingin menunjukkan bahwa anak itu pasti curang sehingga dengan mudah membuat Jalumampang terkapar. Ia tak ingin langsung menebas leher anak kemarin sore itu. Ia ingin membuat anak itu bertekuk lutut tak berdaya dan kemudian akan dilemparkan ke dalam kedung yang dihuni buaya-buaya besar dan rakus. Ia dan para pengikutnya sudah terlalu sering melempar jasad ke dalam kedung itu. Dan jika buaya-buaya itu mencabik-cabik jasad seseorang, mereka akan bersorak sorai kegirangan. Sisa-sisa makanan daging maupun tulang belulang hewan menjadi santapan harian buaya-buaya itu. Begitu seringnya sehingga buaya-buaya itu seakan telah akrab dengan Bahurekso dan Jalumampang, seakan mereka adalah pawang-pawang buaya-buaya itu.
Dan kini mereka bergembira karena ada empat sosok orang yang nanti akan menjadi santapan buaya-buaya itu.
Bahurekso ingin sedikit bermain-main dengan anak ingusan ini untuk memberi hiburan kepada anak buahnya. Bahurekso pun yakin bahwa tiga orang yang dikeroyok oleh anak buahnya akan dibantai pula.
Namun Jaka Tingkir berpikiran lain. Ia harus bisa dengan cepat melumpuhkan lurah penyamun itu. Jika lurahnya sudah tak berdaya maka anak buahnya pasti akan segera menyerah.
Bahurekso benar-benar ingin bermain-main dahulu. Luwuk besar itu diputar-putar untuk memancing dan menakut-nakuti lawannya yang masih muda dan hanya memegang tongkat bambu. Jika Bahurekso mau, ia bisa menebas tongkat itu hingga patah. Namun yang terjadi membuat setiap orang yang menyaksikan terkesiap.
Terdengar dentangan sangat keras, melengking memecah kesunyian tepian kedung. Yang terjadi sungguh di luar nalar siapapun. Beradunya Luwuk besar dengan tongkat bambu sungguh menggetarkan. Terlebih Bahurekso tidak menduga sama sekali. Tongkat bambu itu bagaikan sebatang besi baja yang menghantam luwuk di tangan Bahurekso. Luwuk pun terpental jatuh jauh dari jangkauan Bahurekso. Secepat kilat pangkal tongkat di tangan Jaka Tingkir menyodok perut Bahurekso. Bahurekso pun terjengkang ke belakang dengan menahan mulas yang teramat sakit di perutnya. Jaka Tingkir segera meloncat menangkap pergelangan tangan Bahurekso. Tangan Bahurekso kemudian dipelintir ke belakang.

Sementara itu, sepasang mata menyaksikan apa yang terjadi di tepi kedung itu dengan tersenyum dari balik rumpun perdu. Ia bangga kepada Jaka Tingkir yang mampu dengan cerdas mengatasi masalah yang sesungguhnya masalah yang berat. Namun dengan caranya ia mampu mengatasinya. Ia telah bersiaga jika sewaktu-waktu Jaka Tingkir dan ketiga kawannya itu mengalami kesulitan. Namun kesulitan itu tidak terjadi, bahkan kini Bahurekso telah ditelikung tak berdaya. Ia masih menunggu apa yang akan dilakukan oleh Jaka Tingkir selanjutnya.
Orang itu kemudian melihat dan mendengar Jaka Tingkir menghardik.
“Perintahkan anak buahmu menyerah, atau aku patahkan tanganmu……!” Kata Jaka Tingkir sambil memelintir tangan Bahurekso. Sedangkan kaki Jaka Tingkir menginjak pinggang Bahurekso.
Bahurekso merasakan cengkeraman anak muda itu sangat kuat, mustahil ia akan bisa melepaskan diri. Yang terjadi, semakin ia bergerak, semakin kencang cengkeraman lawannya.
“Cepat perintahkan semua untuk menyerah…..!” Bentak Jaka Tingkir.
“Ba….. ba…ik….! Heee….. Semua menyerah…..! Lemparkan senjata kalian…..!” Teriak Bahurekso yang tak berdaya karena ditelikung Jaka Tingkir.
Kemudian terdengar gemerincing senjata-senjata yang dilemparkan.
Mereka sangat heran, mengapa dua orang lurah mereka begitu mudah ditundukkan oleh orang yang masih begitu muda. Lurahe Jalumampang pingsan dan belum sadarkan diri, sedangkan Lurahe Bahurekso yang mereka anggap sakti mandraguna tak tertandingi, kini meringkuk ditelikung oleh orang yang masih terlalu muda. Mereka belum ada yang tahu bahwa anak muda tersebut pernah didadar oleh Kanjeng Sultan Trenggono sendiri. Dan pernah menjadi seorang lurah wira tamtama di Demak Bintara.
…………………
Bersambung…………..

Petuah Simbah: “Menyerah adalah kata yang menyakitkan, namun bisa menjadi pilihan bila telah sampai di batas kemampuan.”
(@SUN)

**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *