Penerus Trah Prabu Brawijaya-Ki Ageng Pengging Anom-Part#149

penerus trah prabu brawijaya

Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)

Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Ki Ageng Pengging Anom

Prajurit pengapit senopati Lo Bandang bukanlah prajurit biasa, namun ia lurah prajurit yang telah memiliki ilmu yang tinggi pula. Jika ia mampu menujukan kelebihannya, mungkin sekali ia akan diangkat sebagai salah seorang senopati. Ia bertempurmati-matian berpasangan dengan senopati Lo Bandang. Senopati Lembu Sena yang gagah tinngi besar dan bertenaga kuat itu semakin kewalah menghadapi dua orang lawannya. Terlebih ia menyadari pasukannya telah tercerai berai dan prajurit lawan telah mengepungnya. Namun tak terpikir olehnya untuk menyerahkan diri. Ia terus menyerang dan bertahan sekuat tenaga. Ia harus bisa membawa korban salah seorang lawannya. Senopati Lembu Sena menggempur lurah prajurit seperti badai. Lurah prajurit tak mengira serbuan lawannya diarahkan sepenuhnya kepada dirinya. Akibatnya ia tak mampu menghindar ketika pedang lawan mengarah ke bawah. Ia terpekik tertahan ketika paha kirinya tertebas pedang lawan. Dengan kaki kanannya ia sempat meloncat mundur dan berguling di tanah. Berbarengan dengan itu, pekik panjang menggetarkan arena pertempuran. Pedang senopati Lo Bandang berhasil menusuk lambung senopati Lembu Sena. Lembu Sena terhuyung-huyung dan kemudian jatuh terlentang. Darah segar muncrat dari lambung senopati yang gagah perkasa itu. Rerumputan hijau segera berubah warna menjadi merah darah. Namun demikian tidak ada sorak sorai dari pasukan Demak Bintara. Yang terjadi justru sebaliknya, beberapa prajurit segera berlari dan kemudian bersimpuh di sisi tubuh senopati Lembu Sena yang mengerang menahan sakit.
“Bertahanlah sang senopati…..! Akan aku obati…..!” kata salah seorang prajurit Demak Bintara yang mumpuni dalam hal pengobatan.
“Te….rima…. ka….sih…..!” kata senopati Lembu Sena terbata-bata. Namun kemudian ia terkulai dan menghembuskan nafas yang terakhir. Senopati Lembu Sena yang gagah perkasa itu pun gugur dalam mempertahankan kebenarannya.
Pasukan di sayap gelar yang dipimpin oleh senopati Lo Bandang itu telah kehilangan lawan. Beberapa prajurit lawan masih bergelimpangan di tanah kering yang kemudian basah oleh darah merah itu. Satu dua dari mereka terdengar mengerang kesakitan. Sedangkan yang lain diam tak bergerak. Prajurit Demak Bintara yang paham dan mumpuni akan pengobatan segera memberi pertolongan kepada prajurit lawan yang mengerang kesakitan itu. Bagi seorang tabib tidak akan pandang bulu kawan atau lawan yang butuh pertolongan harus ditolongnya.

Sementara itu, yang masih berlangsung pertempuran dengan sengit adalah pasukan sayap yang dipimpin oleh senopati Glagah Curing di pihak Majapahit melawan pasukan Demak Bintara yang dipimpin oleh senopati Adipati Lasem. Pasukan Majapahit di sayap gelar itu sedikit lebih banyak dari pasukan Demak Bintara. Di pasukan Majapahit telah bergabung beberapa perguruan pencak yang ada di sekitar kota raja Majapahit. Mereka bukan prajurit, namun ingin menyumbangkan kelebihannya untuk ikut membela tanah tumpah darah mereka. Mereka perorangan tak kalah tangguh dengan para prajurit dalam olah kanuragan. Namun mereka memang tak paham dengan gelar perang sehingga mereka bergerombol di sayap gelar itu. Dan setiap perguruan tak ingin terpisah dari gurunya dalam perguruan itu. Sang guru pun tak kalah tangguh dengan senopati yang sesungguhnya. Di sayap itu, pasukan Demak Bintara tidak segera bisa mendesak lawan. Senopati Adipati Lasem yang berpengalaman dan tangguh itu harus menghadapi dua orang senopati lawan. Para senopati pengapit dari Adipati Lasem tak bisa membantunya karena mereka masih terikat dengan lawannya. Namun jumlah pasukan Demak Bintara secara keseluruhan memang lebih banyak dari pasukan Majapahit. Sayap gelar itu segera mendapat bala bantuan dari para prajurit yang Majapahit yang belum mendapat lawan atau pun yang telah kehilangan lawan.
“Kami berdua akan bergabung membantu sang senopati……!” kata seorang prajurit Majapahit kepada senopati Adipati Lasem yang terdesak oleh gempuran dua orang lawannya.
“Ayo agar kita cepat melumpuhkan lawan……!” kata senopati Adipati Lasem yang tidak menolak bantuan.
……………..
Bersambung…………

Petuah Simbah: “Seorang tabib tidak akan pandang bulu terhadap siapapun yang membutuhkan pertolongan.”
(@SUN)

**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *