Penerus Trah Prabu Brawijaya-Ki Ageng Pengging Anom-Part#151

penerus trah prabu brawijaya

Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(151)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Ki Ageng Pengging Anom.

Sultan Trenggono juga melarang para prajuritnya menjarah rayah harta benda warga Majapahit. Bahkan dilarang juga untuk mengganggu ketenteraman warga Majapahit. Itu semua atas saran dari Sunan Kudus. Karena jika para prajurit Demak Bintara menjarah atau mengganggu warga Majapahit, maka dendam dan perseteruan antara Demak Bintara dengan Majapahit tidak akan berkesudahan.
Walau pasukan Demak Bintara beberapa kali telah terjebak dalam jebakan lawan dan menelan banyak korban, namun masih bisa unggul atas pasukan Majapahit.

Sementara itu, malam itu Adipati Majapahit Girindhawardana telah mundur jauh ke arah selatan. Ia telah bertemu dengan para senopatinya yang berhasil menyelamatkan diri. Mereka berembug apakah yang akan mereka lakukan esok hari. Apakah mereka akan mengadakan perlawanan lagi atau menyingkir menyelamatkan diri. Namun setelah ia mengetahui bahwa hampir semua arena pertempuran pasukan Majapahit terdesak mundur oleh pasukan Majapahit, maka Adipati Girindhawardana memilih untuk sementara mundur. Ia tidak ingin mengorbankan terlalu banyak prajuritnya jika harus mengadakan perlawanan lagi. Ia menyadari bahwa pasukan Demak Bintara yang terdiri dari gabungan banyak kadipaten adalah pasukan yang kuat dengan jumlah prajurit yang banyak pula. Para senopati dari pasukan Demak Bintara juga terdiri dari prajurit-prajurit yang tangguh dan sakti.

Sementara itu, di kadipaten Pengging yang dahulu merupakan kademangan sedang mengadakan pertunjukan wayang kulit. Pertunjukan wayang kulit sebagai rasa syukur atas panenan padi yang hasilnya baik. Ki Ageng Pengging Anom memang lebih menyenangi olah tani dan olah kebudayaan.
Pada masa itu, pertunjukan wayang kulit telah digandrungi oleh banyak orang. Demikian pula warga kadipaten Pengging. Jika ada pertunjukan wayang kulit, penonton pasti tumpah ruah. Terlebih jika dalangnya adalah seorang dalang kondang yang memang piwai mainkan wayang.
Malam itu, di pelataran pendapa kadipaten Pengging juga telah dipadati oleh para penonton. Yang akan mendalang di pendapa kadipaten itu adalah seorang dalang yang telah kondang, dia adalah Ki Ageng Tingkir dari dusun Tingkir.
Ki Dalang adalah sahabat dan teman seperguruan dari Ki Ageng Pengging Anom.
Malam itu Ki Ageng Pengging Anom meminta kepada Ki Tingkir untuk mementaskan lakon Parikesit Lahir.
Parikesit adalah cucu Raden Harjuna, anak dari Raden Abimanyu. Parikesit lahir dari seorang ibu yang diramalkan akan menurunkan raja-raja di tanah Jawa ini, dia adalah Dewi Utari.
Perkawinan Raden Abimanyu dengan Dewi Utari tergolong aneh, karena Dewi Utari sediri menurut urutan keturunan adalah eyang buyut dari Raden Abimanyu. Dewi Utari adalah putri bungsu dari Prabu Matswapati raja negeri Wirata. Sedangkan Prabu Matswapati adalah paman dari Resi Abiyasa. Resi Abiyasa adalah eyang dari para Pandawa. Dan Raden Abimanyu adalah putra dari salah satu Pandawa, yakni Raden Harjuna. Namun demikianlah sebuah lakon, sebuah pernikahan yang aneh namun terjadi juga.
Lakon Parikesit Lahir memang dipilih oleh Ki Ageng Pengging Anom karena saat itu sang istri, Nyi Ageng Pengging Anom sedang mengandung tua. Harapannya, putra yang dilahirkan oleh Nyi Ageng nantinya akan menjadi seperti Parikesit yang menurunkan para raja Jawa.

Lakon Parikesit Lahir adalah kisah dalam pewayangan purwa yang mengisahkan kelakon setelah perang besar, perang Barata Yudha.
Ki Ageng Tingkir begitu pandai membawakan kisah sehingga para penonton terbuai dalam lakon.
Para penonton begitu geram kepada Raden Aswatama yang lolos dalam perang besar itu. Lebih-lebih ketika Raden Aswatama berhasil masuk ke dalam pesanggrahan para Pandawa untuk menuntut balas. Saat itu para Pandawa sedang tertidur pulas karena terlalu lelah setelah melakoni perang yang berlangsung beberapa pekan. Para Pandawa juga merasa sudah tidak ada musuh lagi di pihak Korawa. Saat itu dianggap para Korawa telah tumpas tapis tak bersisa. Ada kelengahan di pihak Pandawa karena telah merasa menang perang.
……………..
Bersambung………..

Petuah Simbah: “Jangan pernah lengah karena bahaya datang tak pernah memberi tahu terlebih dahulu.”
(@SUN)

**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *