Penerus Trah Prabu Brawijaya-Ki Ageng Pengging-Part#130

gendhuk jinten

Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)

Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Ki Ageng Pengging.

Namun yang dikerubut adalah Ki Ageng Pengging yang secara tidak langsung adalah murid Ki Tanu. Dan ia pun telah berguru kepada beberapa orang berilmu dari berbagai perguruan. Ia masih mampu berkelit dari serangan lawan-lawannya, tetapi ia pun tidak mudah untuk melancarkan serangan balasan kepada lawan-lawannya. Ketiga lawannya adalah senopati pilihan dari pasukan Demak Bintara. Mereka bertempur berpasangan dengan serasi saling isi. Sedangkan tiga orang lainya mengepung agak longgar seakan memberi kesempatan kepada mereka yang sedang bertempur arena yang lebih luas. Yang seorang lagi masih menunggui rekannya yang kesakitan karena hantaman dari Ki Ageng Pengging. Sunan Ngudung memperhatikan pertempuran dengan sungguh-sungguh. Ia kagum akan kedigdayaan dari Ki Ageng Pengging yang dikerubut tiga orang senopati Dengan namun mampu mberikan perlawanan yang gigih.
Seseorang yang memperhatikan pertempuran di balik gerumbul perdu pun kagum kepada Ki Ageng Pengging.
Hampir saja tendangan Ki Ageng Pengging menghantam tengkuk salah seorang lawannya, tetapi lawan yang lain berhasil menggagalkan serangan itu dengan serangan pula. Bahkan kemudian, lawan yang lain berhasil menghantam punggung Ki Ageng Pengging dengan lambaran ilmunya. Namun orang itulah yang terkejut, ia bagai menghantam balok kayu yang keras. Dan Ki Ageng Pengging seakan tak merasakan apapun. Sedangkan Ki Ageng Pengging semakin percaya diri bahwa ilmu kebalnya mampu melindungi dari hantaman ilmu lawan.
Pertarungan pun semakin sengit, kini Ki Ageng Pengging sering membiarkan lawan menghantamnya untuk bisa memburu sasaran seorang lawan. Akibatnya lawan benar-benar terkena tendangan Ki Ageng Pengging. Yang terjadi orang itu pun terlempar dan terjerembab di tanah. Ia mengerang kesakitan. Dua orang kawannya justru meloncat mundur, mereka tak ingin menjadi korban seperti dua orang kawannya.
Para senopati itu kemudian menyadari bahwa sulit untuk menangkap Ki Ageng Pengging tanpa menggunakan senjata. Mereka tak lagi berpikir untuk menangkap Ki Ageng Pengging hidup-hidup. Jika ia terbunuh pun bukan salah mereka.
Mereka semua kemudian serentak menggenggam senjata masing-masing. Hampir semua mereka menggenggam pedang, senjata yang luwes di tenteng di pinggang. Bahkan Sunan Ngudung pun telah menghunus keris yang semula terselip di depan. Namun demikian, Sunan Ngudung belum terlibat dalam pertempuran.
Ki Ageng Pengging pun segera mencabut dua bilah pisau belati yang tidak terlalu panjang yang terselip di pinggangnya. Ia tak ingin dibantai ramai-ramai dengan pedang terhunus oleh lima orang lawannya yang telah mengepungnya. Ki Ageng Pengging tak yakin akan mampu berlindung di balik ilmu kebalnya dari sabetan pedang yang tajam dan runcing itu. Ia berharap dengan pisau belati rangkap akan mampu bertahan.
Beradunya senjata segera berdenting, beberapa kali pedang rangkap Ki Ageng Pengging menangkis serbuan pedang-pedang lawan. Pisau belati rangkap itu bagai baling-baling yang berputar cepat melindungi tubuh Ki Ageng Pengging. Setiap pedang yang terjulur pasti membentur pisau belati yang berputar cepat itu. Setiap kali terjadi benturan, tangan pemegang pedang terasa bergetar. Jika tidak berilmu tinggi, tentu pedang itu akan terlepas. Jika terjadi demikian, Ki Ageng Pengging berhasil keluar dari lingkaran pengepungan. Namun lawan-lawannya tidak membiarkan. Ki Ageng Pengging kembali memutar pisau belati rangkapnya untuk melindungi diri. Namun demikian, Ki Ageng Pengging pun terlalu sulit untuk mengadakan serangan balasan. Serangan pedang lawannya menyerbu dari segala arah. Ki Ageng Pengging sungguh amat kerepotan menangkis serangan yang melibas tak putus-putus.

Orang yang mengintip dari sebalik gerumbul perdu berdebar-debar melihat Ki Ageng Pengging dikerubut lima orang dengan pedang terhunus. Sedangkan Ki Ageng Pengging hanyalah bersenjata pisau rangkap yang tidak terlalu panjang. Dentang senjata beradu pun tak putus-putus.
………..
Bersambung……….

Petuah Simbah: “Nyawa akan dipertahankan sampai titik darah penghabisan.”
(@SUN)

**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *