Penerus Trah Prabu Brawijaya-Ki Ageng Pengging-Part#131

gendhuk jinten

Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)

Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Ki Ageng Pengging.

Ki Ageng Pengging berusaha untuk keluar dari kepungan, dengan demikian ia tidak harus berhadapan langsung melawan lima orang. Ia berhasil meloncat mundur yang tidak diduga oleh lawan-lawannya. Namun para senopati pilihan itu tidak mau melepas Ki Ageng Pengging. Mereka terus memburunya. Ki Ageng Pengging sungguh amat kerepotan melawan lima orang tersebut. Meski ia masih mampu menangkis setiap serangan, tetapi ia sendiri amat sulit untuk membalas menyerang. Terlebih senjatanya senjata pendek yang lebih berguna untuk bertahan, tetapi kurang mendukung untuk menyerang. Walau demikian, tidak terlintas di benak Ki Ageng Pengging untuk menyerah. Ia kemudian mengerahkan ilmu kenal dan ilmu meringankan tubuhnya. Dengan amat cepat Ki Ageng Pengging menyerang salah seorang lawannya yang paling dekat. Ia berhasil menangkis sabetan pedang lawan sehingga pedang itu terpental dan sekejap kemudian sebuah terdengar keluhan tertahan;
“Auuuch….!” senopati itu terhuyung dan kemudian jatuh terduduk.
Pisau belati menusuk pangkal lengan tangan kanannya.
Darah mengucur dari luka tusuk itu. Sunan Ngudung segera berlari untuk menolong pengikutnya yang terluka. Ia kemudian menaburkan bubuk obat dan membebat lengan yang terluka itu.
Namun demikian, Ki Ageng Pengging pun meloncat mundur jauh, karena sebuah sabetan pedang menghantam punggungnya. Kain surjan yang dipakai pun sobek melintang. Ki Ageng pun merasakan perih, namun berkat ilmu kebalnya, ia tidak sampai terluka parah. Senopati yang berhasil membabatkan pedang pun heran, karena pedang itu jelas menghantam keras ke punggung Ki Ageng Pengging. Semestinya Ki Ageng Pengging sudah terkapar di tanah, tetapi ia masih tegak berdiri. Tetapi ia melihat bahwa Ki Ageng Pengging tidak sepenuhnya terlindung dari ilmu kebalnya.
“Ayo terus kita libas dengan pedang-pedang kita….!” kata senopati yang berhasil membabatkan pedang itu.
“Ia tidak kebal sepenuhnya….!” lanjut orang itu.
Tiba-tiba seorang senopati yang semula menunggui temannya yang terluka segera meloncat masuk gelanggang.
Kini Ki Ageng Pengging kembali melawan lima orang. Lima orang itu semakin berhati-hati agar tidak timbul kurban lagi seperti kawannya yang tertusuk pisau belati.
Pertempuran kembali berlangsung sengit.
Seorang yang mengintip dari sebalik gerumbul semakin berdebar-debar. Darah telah tumpah, pasti taruhannya semakin besar. Nyawa bisa jadi akan melayang. Ia tidak bisa ikut terlibat dalam pertempuran itu karena ia menyadari tak akan bisa banyak membantu jika ia berpihak kepada Ki Ageng Pengging. Bahkan ia bisa jadi akan menjadi korban pertama yang kehilangan nyawa. Ia sungguh kagum akan ketangguhan dari Ki Ageng Pengging.
Ia tetap berada di sebalik gerumbul perdu itu untuk mengetahui akhir dari petarungan itu.
Pertempuran pun semakin sengit. Tetapi orang itu melihat bahwa Ki Ageng Pengging semakin terdesak. Beberapa kali sabetan pedang mengenai tubuhnya. Walau Ki Ageng Pengging sepertinya tidak terluka, namun kadang terlihat menyeringai menahan sakit.
Orang itu kembali terkejut ketika melihat sebilah pedang kembali terpental dan kemudian disusul keluhan tertahan. Pisau belati di tangan kiri Ki Ageng Pengging berhasil menusuk dada lawannya. Walau tusukan itu tidak terlalu dalam, namun membuat lawannya meloncat mundur.
Hampir berbarengan, dua orang lawan Ki Ageng Pengging menyabetkan pedangnya dari arah yang berlawanan. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan oleh Ki Ageng Pengging adalah meloncat lewat tempat lawannya yang terluka.
Namun yang tidak disadari oleh Ki Ageng Pengging ialah bahwa ia meloncat ke arah Sunan Ngudung yang telah siaga dengan keris terhunus. Begitu dekat jatuhnya loncatan Ki Ageng Pengging di sisi Sunan Ngudung. Sunan Ngudung tak menyia-nyiakan kesempatan. Dijulurkanya keris ligan tersebut ke arah Ki Ageng Pengging. Ki Ageng Pengging sempat berkelit, namun tak urung sebuah tusukan kecil menggores sikunya.
………..
Bersambung………..

Petuah Simbah: “Jika darah telah tumpah, nyawa yang menjadi taruhannya.”
(@SUN)

**Kunjungi stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *