Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
434
Jaka Tingkir.
Seri Danang Sutawijaya.
Warga Sela yang hari itu telah siap untuk berangkat lebih dari seratus orang dewasa. Nanti pada saatnya yang wanita dan anak-anak akan menyusul.
Dari Sela rombongan kemudian ke Pengging. Pengging yang penduduknya semakin padat, banyak pula yang tertarik oleh penawaran dari Ki Pemanahan. Ada sekitar empat puluh orang yang bersedia bersama rombongan itu berangkat ke Alas Mentaok. Mereka sadar bahwa rombongan itu bukan untuk bersenang-senang, namun untuk bekerja keras membuka sebuah hutan. Dan nanti jika sudah ada tempat tinggal, beberapa keluarga bersedia untuk bergabung.
Arak-arakan yang lebih besar telah berangkat meninggalkan Pengging.
Mereka membawa berbagai peralatan untuk membabat hutan. Beberapa kereta kuda penuh dengan berbagai peralatan. Cangkul, plancong, dandang, bergaji, pisau belati, kapak, pedang, tombak dan sebagainya serta berbagai peralatan dapur mereka bawa.
Perjalanan mereka dari Pengging telah sampai di Taji tanpa halangan apapun.
Ki Demang Taji menyambut kedatangan rombongan itu dengan senang hati. Ki Demang Taji beserta perangkat dan warganya telah menyediakan tempat untuk beristirahat dan bermalam. Beberapa orang dewasa dari Taji pun bersedia untuk membantu membabat hutan Alas Mentaok itu. Namun mereka akan pulang dan kembali lagi karena jaraknya yang tidak terlalu jauh.
Orang-orang di Pasar Prambanan riuh membicarakan rombongan besar yang telah menyeberangi kali Opak. Mereka telah mendengar bahwa rombongan itu dari Manahan, Sela dan Pengging serta beberapa dari Taji. Mereka juga telah mendengar bahwa rombongan itu akan babat hutan Alas Mentaok.
“Mengapa mereka mau bersusah payah membabat hutan yang angker tersebut….! Aku tidak yakin mereka akan mampu menebang satu pohon pun…..!” Seloroh seorang pengunjung pasar.
“Yang aku dengar, Alas Mentaok itu memang gawat keliwat-liwat – sangat berbahaya…..!” Timpal yang lain.
“Di samping banyak binatang buas, hutan itu juga angker banyak penunggu yang tidak kasat mata…..!” Sahut yang lain.
“Hutan Tambakbaya juga banyak buayanya. Jangan-jangan belum sampai di Alas Mentaok, mereka telah habis disantap buaya…..!” Timpal yang lain.
Pengunjung pasar Prambanan sungguh riuh rendah memperbincangkan rombongan yang telah menyeberang kali Opak yang tak jauh dari pasar itu.
Namun demikian, walau lambat, rombongan itu terus berjalan ke arah matahari terbenam.
Petang itu, rombongan yang cukup besar itu disambut oleh Ki Demang Karanglo. Bahkan, Ki Demang Karanglo beserta para perangkat kademangan dan warga telah menyiapkan barak untuk beristirahat dan bermalam. Barak yang berada sedikit di arah selatan dari dusun Karanglo. Barak yang dibuat cukup kokoh dan besar. Di tempat itu kemungkinan akan berada selama beberapa waktu. Di tempat itu pula segala peralatan disimpan dan dipergunakan sewaktu-waktu.
Dari seberang kali Kuning yang di arah barat dari Karanglo itu babat hutan Alas Mentaok akan dimulai.
Ki Demang Karanglo dan para perangkat kademangan dan para tetua dari rombongan yang besar itu tengah berembuk.
Ki Demang Karanglo menyatakan kesediaannya untuk membantu berbagai keperluan dari rombongan besar yang berkemah di wilayahnya.
Bahkan, orang-orang dewasa dari Karanglo itu juga bersedia untuk membabat hutan Alas Mentaok.
“Jembatan Kali Kuning itu harus diperlebar dan diperkuat….! Dari jembatan itu seakan menjadi pintu masuk dimulainya babat hutan Alas Mentaok…..!” Berkata Ki Demang.
“Aku setuju Ki Demang….! Pada pekan pertama ini, kita akan melebarkan dan memperkokoh jembatan kali Kuning….!” Lanjut Ki Pemanahan.
“Baru kemudian kita akan memperlebar jalan yang menuju ke hutan Tambakbaya….!” Berkata Ki Demang Karanglo.
Malam itu seluruh rombongan bisa beristirahat dengan cukup di barak yang telah dibuat oleh warga Karanglo.
…………..
Bersambung………..
(@SUN)
** Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.