Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1026
Mataram.
Ki Ageng Mangir
Wanabaya.
Selagi Buta Cakil berjumpalitan, datanglah penari Bambangan yang halus tariannya namun luwes dan menawan. Tetapi semua orang yang menyaksikan tahu bahwa pemeran bambangan – ksatria pria tersebut adalah seorang wanita. Para nayaka praja dan para pencinta pertunjukan tahu bahwa wanita pemeran bambangan tersebut adalah Nyi Adisara yang juga seorang pesinden kondang di kotaraja Mataram ini.
Kini antara Buta Cakil dan Bambangan telah berhadap-hadapan. Terjadi adegan tari yang seakan sedang terjadi percakapan di antara keduanya. Dan kemudian tidak terjadi kesepahaman dalam percakapan dalam bentuk tari tersebut. Yang terjadi kemudian adalah terjadi perkelahian dalam bentuk tari antara bambangan dengan Buta Cakil tersebut.
Bambangan lebih banyak menari di tempat dengan gerakan tari yang gemulai namun tegas. Sedangkan Buta Cakil berjumpalitan dengan ringan dan lincah.
Mereka yang menyaksikan kagum akan keanggunan dan luwesnya penari bambangan. Ia tidak banyak menggerakkan kaki, namun memainkan gerakan tangan dan sampur – selendang untuk menari. Seakan gempuran serangan Buta Cakil yang lincah dan ringan itu hanya diladeni dengan gerakan tari sederhana dari sang bambangan. Buta Cakil menyerang dari berbagai arah, sedangkan bambangan hanya berputar mengikuti gerak lawannya. Namun demikian tak satupun serangan dari Buta Cakil yang mengenai sasaran. Seluruh serangan tangan maupun kaki dapat dihindarkan dengan gerakan sederhana. Namun kadang juga ditangkisnya. Namun setiap tangkisan itu membuat Buta Cakil yang meringai kesakitan.
Mereka yang menyaksikan seakan melihat perkelahian yang sesungguhnya walau itu dalam gerakan tari. Mereka kagum kepada kedua pemeran tari tersebut. Prabu Siung Laut dan para pengiringnya dari Blambangan berdecak kagum, karena mereka belum pernah menyaksikan tarian seperti itu.
Tiba-tiba penari Buta Cakil menghunus keris yang terselip di punggungnya. Dengan gerakan berputar, keris dilempar ke udara. Namun kemudian ditangkap kembali dan tangkai pun digenggamnya. Beberapa kali diulangi seakan memang pamer kelincahan dan pintarnya bermain keris.
Mereka yang menyaksikan yang berilmu tinggi menyadari bahwa pemeran Buta Cakil tersebut pasti berilmu tinggi pula. Jika tidak, tak mungkin akan mampu melakukan itu dalam gerakan tari yang memukau.
Tiba-tiba keris ditusukkan ke dada sang ksatria. Namun dengan gerakan sederhana, ujung keris dapat dihindari. Beberapa kali serangan dengan keris dilakukan, namun setiap saat bisa dihindari. Bahkan tiba-tiba, sebuah tendangan yang cukup kuat menghantam tangan Buta Cakil yang memegang keris. Kerispun terlempar ke udara. Sebelum jatuh ke tanah, keris itu telah ditangkap oleh sang ksatria.
Buta Cakil mengira bahwa sang ksatria lengah ketika sedang menangkap keris. Tiba-tiba ia menubruk sang ksatria. Namun akibatnya sungguh memilukan. Buta Cakil memekik panjang dan dari dadanya mengucur darah segar. Buta Cakil pun bersimbah darah dan roboh ke tanah. Buta Cakil tewas oleh kerisnya sendiri.
Tepuk tangan menggema ketika kemudian kedua penari, bambangan dan Buta Cakil memberi hormat kepada mempelai berdua dan kemudian kepada seluruh penonton. Sang Putri Sedah Merah pun tersenyum gembira. Seluruh mereka yang hadir pun puas dan bergembira. Namun ternyata pertunjukan tari bambangan – cakil tersebut merupakan pertunjukan terakhir. Dan sesaat kemudian, seluruh rangkaian tata upacara pun di tutup. Namun kemudian dilanjutkan pesta andrawina. Mereka yang menonton dari luar pagar pun ikut puas walau hanya mendengar hentakan kendang dan gamelan dari jarak jauh. Mereka kemudian berhamburan ke alun-alun yang telah diselenggarakan berbagai pertunjukan walau dengan dadakan.
Kini keramaian berpindah ke alun-alun.
…….
Bersambung………
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.