Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1081
Mataram.
Ki Ageng Mangir
Wanabaya.
Prajurit peronda itu kemudian justru menghampiri Baron Sekeber di teras bangsal tempat yang disediakan untuknya. Mereka pun kemudian berbincang tentang berbagai hal terutama tentang pembangunan taman dan bangunan di kaputren. Prajurit itu mengagumi Baron Sekeber yang mumpuni dalam tata taman dan bangunan. Bahkan prajurit itu juga banyak bertanya tentang negeri asalnya, Spanyol. Dikatakan oleh Baron Sekeber bahwa bangunan-bangunan di negerinya sudah lebih maju. Namun demikian Baron Sekeber juga sangat kagum dengan bangunan candi-candi yang banyak tersebar di sekitar Mataram, terutama candi Prambanan. Bahkan Baron Sekeber jujur mengatakan bahwa sulit dinalar, bagaimana candi-candi itu dibangun. Baron Sekeber memang pernah diajak mengunjungi candi Prambanan agar bisa untuk menambah wawasan bangunan yang ada di pulau ini. Namun Baron Sekeber sama sekali tidak mengenal tentang percandian dan ukir batu yang tentu saja sangat rumit. Bagaimana jutaan batu yang berat dan besar-besar itu ditata sedemikian indah dan kokoh menjulang tinggi.
“Aku yakin bangsa di pulau ini lebih maju dari bangsa kami pada saat itu….!” Berkata Baron Sekeber.
Prajurit itu pun mengangguk-angguk bisa memahami kata-kata dari Baron Sekeber itu.
“Sayang aku belum sempat ke candi Ratu Baka yang konon memiliki kisah yang menarik…..!” Lanjut Baron Sekeber.
“Ya benar, aku pernah ke sana. Aku juga heran, bagaimana batu-batu besar itu bisa sampai di puncak bukit dengan ukiran yang indah pula…..!” Jawab prajurit itu.
“Jika ada waktu dan kesempatan, antarkan aku ke sana. Tentu saja setelah pengerjaan taman dan bangunan di kaputren ini selesai….!” Berkata Baron Sekeber.
“Baiklah, bisa kita atur waktunya. Kita juga bisa ke candi Ijo sekalian. Dari candi itu bisa kita lihat seluruh telatah Mataram…..!” Jawab prajurit peronda itu.
Mereka berbincang sampai menjelang pagi. Namun sama sekali tidak menyinggung tentang Gusti Anem.
Prajurit itu pun kembali ke gardu ronda.
Baron Sekeber sedikit lega, karena gejolak perasaan terhadap Gusti Anem menjadi reda. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi jika prajurit peronda itu tidak menghampirinya. Mungkin ia benar-benar akan mengetuk pintu bangsal tempat tinggal Gusti Anem.
Masih ada saat waktu untuk beristirahat. Karena nanti setelah matahari terbit ia harus melanjutkan pengerjaan taman dan bangunan. Ia memang harus selalu mengawasi agar taman dan bangunan tidak melenceng dari yang ia gagas.
Sementara itu dua orang prajurit sandi Mataram yang dari telatah Sunda Kelapa masih melaju dengan kuda-kuda mereka. Namun setiap kali melewati sebuah kadipaten, mereka selalu mampir di tempat tinggal sejawatnya yang juga seorang prajurit sandi di kadipaten tersebut. Mereka sudah saling mengenal dan bahkan saling bekerja sama. Mereka pun kadang bertukar kuda agar kuda yang mereka tunggangi tidak terkuras tenaganya Setiap kali pula mereka menceritakan tentang senjata ledak yang disebut bedil. Senjata itulah yang diandalkan oleh bangsa kulit putih. Senjata panah pun tak bisa menandingi.
“Akan aku bawakan oleh-oleh untuk Kanjeng Panembahan Senopati agar senjata seperti ini menjadi pertimbangan bagi pasukan Mataram. Karena setangguh apapun pasukan itu, jika melawan pasukan yang bersenjata ledak tentu akan mengalami kesulitan….!” Berkata prajurit sandi itu.
“Ya benar, konon dahulu Kanjeng Adipati Unus dari Demak juga gagal bahkan gugur ketika melawan pasukan laut bangsa kulit putih yang bersenjata lempar yang bisa meledak, senjata itu mereka sebut bom…..!” Sahut sejawatnya.
“Semestinya bangsa kita juga bisa membuat senjata semacam itu. Apakah bahan yang bisa meledak itu belerang…..? Aku juga tidak tahu….!” Berkata prajurit sandi yang baru dari telatah Sunda Kelapa itu.
Mereka pun berbincang sambil menikmati suguhan dari sahabatnya itu.
………..
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.
