Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1163
Mataram.
Sinuhun Hanyakrawati.
Di atas kereta, Raden Mas Rangsang didampingi oleh dua orang senopati.
Kereta perang yang kokoh kuat ditarik oleh dua ekor kuda yang teji tinggi besar berjalan mengikuti barisan yang di depannya. Di belakang kereta perang beriring pasukan yang berpakaian serba merah, Bregada Lombok Abang. Bergada prajurit dari sebagian pengawal raja yang diperbantukan untuk mengawal Raden Mas Rangsang. Pakaian pasukan yang mencolok mata menarik perhatian. Baru kemudian pasukan besar dari Mataram beriiringan di belakang Bregada Lombok Abang. Mataram memang mengerahkan pasukan berkuda sebanyak yang bisa dikerahkan. Iring-iringan pasukan Mataram itu seakan tak ada putusnya. Sehingga menjadi barisan yang sangat panjang. Baru kemudian di susul kereta-kereta pembawa perbekalan. Dak juga kuda-kuda beban yang membawa berbagai perlengkapan pula. Bregada prajurit yang kuat mengawal barisan di paling belakang.
Barisan prajurit berkuda itu tanpa hiruk pikuk tetabuhan sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di pagi hari ketika matahari baru semburat merah. Namun demikian, derap kaki kuda yang tak putus-putusnya itu mengundang perhatian banyak warga. Mereka pun berlarian ke luar rumah menuju tepi jalan. Mereka amat terkejut ketika menyaksikan iring-iringan pasukan berkuda yang begitu panjang. Baru kemarin mereka meng-elu-elukan kembalinya pasukan Mataram dari Demak dengan membawa kemenangan. Dan kini mereka kembali menyaksikan iring-iringan pasukan berkuda ke luar kota. Pasukan yang terlihat akan maju ke medan perang. Mereka hanya ternganga menyaksikan, tidak ada tepuk tangan mengelu-elukan pasukan yang panjang itu. Namun para prajurit melambai-lambaikan senjata mereka ke arah warga yang menyaksikan. Baru kemudian mereka mendengar bahwa pasukan berkuda yang beriringan panjang itu akan menuju Ponorogo untuk menggempur kadipaten itu karena berencana memberontak terhadap Mataram. Di antara mereka yang berkerumun adalah seorang prajurit sandi dari Ponorogo. Ia sangat terkejut ketika mendengar bahwa pasukan yang besar itu akan menuju ke Ponorogo. Ia berdebar-debar menyaksikan begitu panjangnya iring-iringan pasukan berkuda itu. Ia memang terlambat mengetahui rencana pasukan Mataram yang akan menuju ke Ponorogo itu. Ia sungguh tidak mengira, demikian cepat para petinggi Mataram mengambil keputusan. Baru kemarin pasukan Mataram kembali dari peperangan di Demak. Namun di pagi hari ini telah berangkat ke Ponorogo dengan pasukan yang sedemikian besar.
Prajurit sandi itu segera bergegas mencari sejawatnya seorang prajurit sandi pula. Dengan berlari ia menuju ke tempat tinggalnya. Namun ia kecele ketika sejawatnya itu tidak berada di rumah.
“Kakangmu baru saja berlari ke jalan utama setelah sayup-sayup mendengar derap kaki kuda yang tak putus-putusnya…..!” Berkata istri sejawatnya itu.
“Aah aku berselisih jalan….! Aku juga akan mengabarkan tentang iring-iringan itu…..!” Berkata prajurit sandi itu.
Prajurit sandi itu berpikir sejenak, apa yang mesti segera ia lakukan.
“Baik Mbakyu….! Katakan kepada Kakang, aku akan segera kembali ke Ponorogo. Biarlah ia menyusul nanti…..!” Berkata prajurit sandi itu yang tidak ingin terlambat. Walau sesungguhnya ia telah terlambat.
“Ooh ya…., mungkin ia pun terlambat pulang….!” Jawab istri sejawatnya itu.
“Aku akan lewat pegunungan Sewu agar tidak terhambat oleh iring-iringan itu….!” Berkata prajurit sandi itu.
Ia pun segera bergegas berlari ke rumahnya untuk mengambil kuda dan perbekalan yang diperlukan.
Dengan tergesa-gesa ia menyiapkan segala yang diperlukan di perjalanan.
“Aku akan berangkat kembali ke Ponorogo, derap kaki kuda yang panjang itu ternyata pasukan Mataram yang akan menyerbu kampung halaman kita….!” Berkata prajurit sandi itu kepada istrinya.
“Woooo….! Demikian cepat…..?! Berkata sang istri.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.
