Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
425
Jaka Tingkir.
Seri Danang Sutawijaya.
Para lurah prajurit pun ikut tertawa, sedangkan para senopati tersenyum lebar. Senopati yang sebelumnya ragu atas rencana yang aneh tersebut, kini menjadi yakin bahwa rencananya akan berhasil.
Mereka menyadari bahwa jika pasukan Jepara berhadapan senjata dengan pasukan Portugis pasti akan banyak korban. Lagi pula belum tentu berhasil mengusir bangsa kulit putih tersebut.
“Empat hari lagi dari sekarang, pas malam gelap gulita tanpa bulan. Penyerangan kita laksanakan serentak dari seluruh bregada prajurit…..! Ingat, jangan sampai bocor ke mana pun…..!”
Perintah senopati tersebut.
Prajurit sandi dari Pajang yang berbaur dengan prajurit Jepara tersenyum pula mendengar rencana tersebut. Mereka sangat mendukung rencana Jepara untuk mengusir bangsa kulit putih tersebut. Pajang pun siap membantu jika diperlukan. Namun sepertinya dengan cara itu pasukan Jepara belum memerlukan bantuan dari Pajang. Mereka, para prajurit sandi itu akan ikut terlibat dalam pertempuran yang aneh nantinya. Dan kemudian mereka akan melaporkan ke Pajang.
Dalam pada itu, pasukan Portugis yang berada di dalam barak mulai kesulitan. Sungai di dekat barak telah beberapa waktu tidak mengalir. Air sumur yang mereka gali di dalam barak terasa asin dan kurang bersih. Air tadah hujan memang sedikit membantu. Namun sejak memasuki musim kemarau ini, kesulitan air begitu terasa.
Mereka kini harus minta air ke perkampungan terdekat dengan mengganti air itu dengan gandum atau susu. Mereka mulai mengalami kesulitan. Namun mereka tetap bertahan dengan berharap musim kemarau segera berlalu.
Sementara itu para prajurit Jepara tengah sibuk membungkus sesuatu dengan daun pisang atau daun jati. Bungkusan itu cukup rapat karena beberapa lapis daun sehingga tidak berbau. Namun jika bungkusan itu dilemparkan dan jatuh di mana pun pasti akan ambyar dan akan mengeluarkan bau menyengat yang jijik dan mual siapa pun. Mereka mengerjakan itu semua di barak prajurit sehingga tidak bocor ke mana pun.
Para prajurit itu ada beberapa yang membuat bandil – alat lontar dari tali yang mampu melontarkan batu sebesar genggaman tangan. Namun kali ini tidak untuk melontarkan batu, tetapi untuk melontarkan bungkusan yang terbungkus daun yang sedikit lebih besar dari genggaman tangan. Banyak prajurit yang kemudian meniru membuat bandil tersebut.
Ada pula bregada prajurit yang membuat alat lontar dari buluh bambu panjang yang luntur. Buluh bambu itu di ujungnya di buatkan tempat yang bisa memuat beberapa bungkusan daun. Mereka kemudian mencoba alat itu di sekitar barak.
Pangkal bambu ditanam di tanah, tiga depa ke depan di buat palang bambu setinggi setengah orang dewasa. Maka ujungnya akan menjulur lebih tinggi. Ujung bambu itu kemudian ditarik ke bawah dan wadah di ujung bambu itu diletakkan bungkusan daun berisi tanah. Ujung bambu itu kemudian dilepas, sehingga terlontar-lah bungkusan daun berisi tanah tersebut. Para prajurit pun bersorak gembira karena berhasil melontarkan bungkusan itu lebih jauh jika dibandingkan dengan lontaran tangan biasa. Dan lontaran dari buluh bambu itu bisa di atur sesuai jarak yang diperlukan. Lurah prajurit bangga kepada para prajuritnya yang berhasil menemukan cara yang sederhana dan mudah dibuat namun hasilnya memuaskan.
Bregada prajurit yang lain pun kemudian beramai-ramai meniru dan membuat seperti bregada prajurit yang telah berhasil tersebut. Bahkan kini setiap empat prajurit memiliki satu alat lontar dari buluh bambu tersebut.
“Tetapi ingat…..! Jangan sampai ketika kalian memasang buluh bambu itu diketahui oleh musuh…..!” Berkata salah satu senopati Jepara.
“Kami akan memasangnya serentak di malam hari dan jangan sampai menimbulkan kegaduhan…..!” Berdalih lurah prajurit yang pertama kali menemukan cara itu.
“Baiklah, tinggal besuk malam rencana itu ketika lakukan serentak…..!” Berkata senopati Jepara.
…………..
Bersambung………
(@SUN)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.