Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(524)
Mataram.
Seri Danang Sutawijaya.
Mereka yang dari Banyumas, Bagelen dan Menoreh masih berbincang tentang berbagai hal. Namun yang paling banyak mereka perbincangan- kan adalah Raden Mas Danang Sutawijaya beserta telatah Mentaok yang kini telah menjadi telatah Mataram. Mereka berniat untuk memenuhi undangan Raden Mas Danang Sutawijaya untuk singgah di pemukiman yang sedang mereka bangun, Kotagede.
Namun malam telah larut, mereka harus beristirahat karena besuk harus menghadiri pasewakan di pendapa agung keraton Pajang.
Di ufuk timur telah sedikit semburat merah, sedangkan di ufuk barat, sang candra hampir tenggelam di balik cakrawala. Ketika itu Raden Mas Danang Sutawijaya serasa telah naik kereta kencana seperti sebelumnya. Di sampingnya telah duduk seorang wanita cantik jelita. Bahkan kini tidak hanya duduk berhimpitan, tetapi wanita cantik jelita itu bersandar di dada bidang Raden Mas Danang Sutawijaya.
Kereta yang ditarik dua ekor kuda putih yang elok itu telah meluncur cepat ke arah pantai, pantai Parangtritis.
Kuda-kuda tegar itu melaju cepat, seakan takut didahului oleh munculnya sang mentari pagi.
Tak memerlukan waktu lama, kereta kencana telah sampai di tepian pantai Parangtritis.
Raden Mas Danang Sutawijaya bersama sang wanita cantik jelita seakan melayang ke arah baru karang.
Raden Mas Danang Sutawijaya masih memejamkan mata, namun kini yang terasa adalah hembusan angin laut yang dingin dan kencang.
“Aku tinggal, Raden…..! Besuk bukan selapan hari lagi, tetapi ketika bulan purnama seperti ini datanglah kembali ke tempat ini…..!” Berkata wanita cantik jelita itu.
Raden Mas Danang Sutawijaya tidak menjawab dengan kata-kata, tetapi ia hanya mengangguk kepala.
Ia masih memejamkan mata, namun mata batinnya bisa melihat kereta kencana yang ditarik dua ekor kuda putih dengan penunggang seorang wanita cantik melaju ke arah lautan luas. Wanita cantik jelita itu membelakangi kuda dan memandang ke arah Raden Mas Danang Sutawijaya duduk bersila.
Namun semakin lama semakin kecil dan kemudian hilang di tengah lautan luas yang tak bertepi.
Bersamaan dengan itu, sang candra telah tenggelam di hari baan pertiwi, sedangkan di arah timur, sang mentari telah mengintip dari balik bukit Parangtritis.
Namun sang perjaka yang tampan dan berkulit bersih itu masih tetap duduk bersila di batu karang.
Namun perlahan-lahan, Raden Mas Danang Sutawijaya mulai membuka mata. Ia kemudian memusatkan nalar budi untuk mengetahui apakah ada seseorang di sekitar tempat ia berada. Jangan-jangan dua orang penjala ikan kemarin mengikutinya atau bahkan Ki Ageng Mangir Wanabaya sendiri. Namun mata batinnya tidak merasa ada seseorang pun di sekitar tempat itu.
Yang ia lihat bukan lagi sebuah istana yang indah dan megah yang keperakan, tetapi hamparan laut yang luas tak bertepi.
Ia merasakan terpaan angin laut di pagi hari yang kencang dan dingin menusuk tulang.
Raden Mas Danang Sutawijaya perlahan bangkit dan kemudian melemaskan otot-ototnya.
Malam tadi, seakan Raden Mas Danang Sutawijaya bekerja keras yang membuat merasa lelah.
Ia kemudian meloncat dengan ringannya ke tepian pantai berpasir.
Ia masih memandang ke lautan yang luas tak bertepi. Ia seakan ingin meyakinkan apa yang terjadi di malam tadi sungguh nyata. Namun nalarnya mengatakan itu adalah kejadian semu tetapi seakan sungguh-sungguh nyata. Yang ia rasakan pun seakan kejadian nyata yang sesungguhnya.
Namun kini yang ia saksikan adalah deburan ombak pantai Parangtritis yang senyatanya. Ombak pantai yang terkadang kencang dan tinggi, namun kadang lemah dan ombaknya pun kecil.
Namun di pagi hari itu, sudah tidak ada yang diharapkan untuk hadir kembali. Ia pun segera berbenah untuk kembali ke pemukiman Kotagede.
Seperti pada saat ia berangkat, kini kembalinya juga akan melewati sungai Gajahwong.
Ia ingin segera mengetahui perkembangan pembangunan di Kotagede itu.
Raden Mas Danang Sutawijaya juga teringat kepada utusan dari Menoreh dan Bagelen yang akan singgah di pemukiman Kotagede.
“Semoga mereka belum singgah sehingga bisa bertemu…..!” Batin Raden Mas Danang Sutawijaya.
Sementara itu, di pagi hari yang cerah itu, para pekerja sudah giat mengerjakan pembangunan pemukiman Kotagede. Ki Juru Martani, Ki Ageng Giring, Ki Demang Karanglo dan Ki Ageng Mataram yang memimpin pembangunan itu. Gambar rencana bangunan telah dibuat oleh Raden Mas Danang Sutawijaya.
Sebagian mereka mengerjakan pemukiman, sebagian lagi menggarap pendapa, sebagian lagi menggarap gerbang yang terbuat dari batu bata. Sedangkan mereka yang ahli pertukangan mengerjakan kayu-kayu bangunan. Gelondongan kayu yang sangat banyak itu memudahkan untuk memilih bahan kayu yang baik.
…………..
Bersambung………..
(@SUN-aryo)