Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(540)
Mataram.
Seri Danang Sutawijaya.
Sedangkan pasukan Madiun sendiri telah mendapat tambahan pasukan dari Trenggalek, Ponorogo, Nganjuk dan juga Magetan. Dengan demikian pasukan gabungan dari Madiun juga cukup kuat. Kanjeng Adipati Rangga Jumena yang juga bernama Pangeran Timur sebagai kakak ipar dari Kanjeng Sultan Hadiwijaya ikut bertanggungjawab atas kebesaran Pajang.
Pasukan gabungan itu tidak berkumpul di kotaraja Madiun, tetapi di luar kota di sebuah padang rumput yang luas. Dengan demikian, pasukan Pajang tidak harus berbelok ke arah selatan terlalu jauh.
Jika kedua pasukan gabungan itu telah bersatu tentu akan menjadi pasukan yang sangat besar dan kuat. Jika digambarkan akan lebih besar dari pasukan Alengkadiraja dalam kisah Ramayana. Atau bahkan lebih besar dari pasukan Hastinapura dalam kisah Mahabharata dalam perang Baratayuda.
Dalam perang di bang wetan tersebut, jika terjadi akan menjadi perang besar yang akan dicatat dalam buku sejarah.
Perang yang akan menelan banyak korban.
Sementara itu, Kanjeng Sunan Mrapen beserta para pengikutnya harus beberapa kali beristirahat dan menginap di perjalanan. Perjalanan jauh yang melelahkan. Dan tentu yang lebih lelah adalah kuda-kuda mereka. Walau mereka ingin segera sampai di Surabaya, namun mereka tidak bisa memaksakan diri. Bahkan kuda-kuda itu juga perlu diurut oleh tukang urut kuda.
Dalam pada itu, gabungan pasukan bang wetan telah bergerak menuju Lamongan. Sedangkan pasukan dari Lamongan sudah terlebih dahulu berkumpul di hutan perbatasan.
Pasukan Lamongan juga sudah menghimpun kekuatan yang besar yang melibatkan kademangan-kademangan di seluruh kadipaten.
Kanjeng Adipati Lamongan beserta para senopati telah merancang jebakan-jebakan di tempat-tempat yang tidak mudah diketahui oleh lawan. Kali, jurang, lereng, pepohonan bisa dijadikan sarana untuk memasang jebakan-jebakan itu. Mereka telah mengetahui bahwa pasukan Pajang jika sudah bergabung dengan pasukan Madiun akan jauh lebih besar dari pasukan bang wetan walau menjadi tuan rumah. Oleh karena itu, mereka ingin mengurangi jumlah pasukan lawan sebelum saling berhadapan.
Ketika itu, perjalanan Kanjeng Sunan Mrapen dari jalur utara sehingga tidak berpapasan dengan pasukan besar dari Surabaya yang menuju ke Lamongan. Mereka kini telah sampai di kotaraja Surabaya. Mereka sempat singgah di sebuah warung untuk santap siang dan memberi kesempatan kuda-kuda mereka beristirahat.
Di warung itu mereka mendengar perbincangan para pengunjung.
“Akan ada perang Baratayuda, Kang….! Aku sempat menyaksikan pasukan yang sangat besar menuju Lamongan….!” Berkata salah seorang pengunjung.
“Kami juga menyaksikan…..!” Sahut pengunjung yang lain.
“Pasukan dari Madura tak kalah besarnya dari pasukan Surabaya….!” Berkata orang lain lagi.
“Semua prajurit dari Madura berpakaian serba hitam dengan ikat kepala hitam pula…..!” Sahut yang lain.
“Yaa….., di Madura memang banyak perguruan pencak silat…..!” Sahut yang lain.
Kanjeng Sunan Mrapen termangu mendengar perbincangan itu. Itu artinya pasukan gabungan yang di Surabaya telah menuju ke Lamongan. Mereka merasa terlambat seperti halnya ketika di Pajang.
“Kita terlambat lagi, Kanjeng……!” Berkata salah seorang pengikutnya.
“Selama kita mau berusaha, tidak ada kata terlambat…..!” Berkata Kanjeng Sunan dengan bijak.
“Kita akan langsung menuju ke kadipaten, siapa tahu Kanjeng Adipati Panji Wiryakrama belum berangkat bersama pasukan……!” Berkata Kangen Sunan Mrapen.
“Baiklah Kanjeng……!” Jawab salah seorang pengikutnya.
Kanjeng Sunan Mrapen beserta para pengikutnya kembali kecewa. Ternyata Kanjeng Adipati Panji Wiryakrama telah berangkat bersama pasukan besarnya.
Mereka kini harus menyusul pasukan gabungan dari Surabaya.
Kanjeng Sunan Mrapen berharap bisa bertemu dengan Kanjeng Adipati Panji Wiryakrama dan Raden Pranatu sebelum benar-benar pecah perang.
……………
Bersambung………..
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.