Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(659)
Mataram.
Seri Panembahan Senopati.
Atau justru sang penguasa laut selatan itu kecewa karena mengira Panembahan Senopati ingkar janji dan tidak datang.
Matahari tidak bisa dicegah masuk ke peraduan. Panembahan Senopati masih mendorong getek bambunya dengan satang. Bulan bulat telah menyembul dari balik bukit di arah timur. Ketika Panembahan Senopati telah meloncat dari perahu getek ke pasir pesisir pantai. Ia segera berlari menuju batu karang yang biasa ia pergunakan untuk bersila menghadap ke laut lepas.
Namun Panembahan Senopati tertegun ketika dalam keremangan sinar bulan melihat sesosok orang yang telah duduk di batu karang yang biasa ia tempati. Sesosok orang dengan rambut panjang yang membelakanginya.
“Oooh Gusti Ratu……!” Batin Panembahan Senopati.
“Marilah Panembahan…..! Aku tidak yakin jika Panembahan bisa hadir di tempat ini malam ini……!” Berkata orang berambut panjang yang membelakanginya.
“Maaf Gusti Ratu, Danang terlambat tiba…..!” Berkata Panembahan Senopati yang heran karena wanita itu menyebut namanya dengan Panembahan, padahal ia belum mengatakannya.
“Aku telah mendengar apa yang terjadi di Mataram. Aku ikut berdukacita atas mangkatnya Ki Ageng Mataram…..!” Berkata wanita itu.
“Oooh terimakasih….., jadi Gusti Ratu telah mengetahuinya…..?” Berkata Panembahan Senopati yang kemudian duduk di samping wanita itu.
“Bukan hal yang sulit jika aku mengetahui apa yang terjadi di Mataram…..! Bukankah Raden Mas Danang Sutawijaya kini telah bergelar Panembahan Senopati Ing Ngalaga Sayidin Panatagama…..?” Berkata wanita itu. Penguasa laut Kidul yang memiliki pengikut yang tidak kasat mata.
“Benar Gusti Ratu…..!” Jawab Panembahan Senopati.
“Jika malam ini Panembahan tidak hadir di sini, aku pun memahami…..!” Berkata wanita itu.
“Memang di Mataram masih banyak para pelayat yang datang, namun aku pun tak ingin melewatkan bulan purnama ini…..!” Berkata Panembahan Senopati.
“Dalam keadaan seperti ini, aku pun bisa tahu diri dan tidak pada tempatnya jika hanya menuruti kesenangan diri…..!” Berkata wanita itu.
“Terimakasih pengertiannya, Gusti Putri…..!” Jawab Panembahan Senopati.
“Malam ini aku tak ingin mengajak Panembahan ke tengah laut Kidul. Kita berbincang di sini saja…..!” Lanjut sang penguasa laut selatan.
“Baiklah……, suasana batin-ku memang masih terbawa oleh mangkatnya Bapa Pemanahan…..!” Berkata Panembahan Senopati.
“Walau tanpa Bapa Pemanahan, aku ingin Mataram menjadi sebuah negeri yang maju. Tentu kami tidak mungkin mengesampingkan peran dari Gusti Putri…..!” Lanjut Panembahan Senopati.
“Sepanjang kami bisa membantu, akan kami bantu. Namun demikian, kami tidak bisa melampaui wewenang dari yang jauh lebih tinggi…..!” Berkata wanita itu.
“Yaaa….., aku mengerti…..!” Berkata Panembahan Senopati.
“Kami juga memiliki banyak keterbatasan seperti halnya titah yang lain…..!” Lanjut wanita itu.
Mereka berdua masih berbincang tentang banyak hal. Terutama tentang masa depan Mataram. Suasana hati keduanya tidak memungkinkan untuk saling mengadu kasih.
“Memang sebaiknya, tamu-tamu yang hadir kau tanggapi sebaik-baiknya agar nantinya bisa menjadi mitra yang baik bagi Mataram…..!” Berkata wanita itu tentang para pelayat yang hadir di Mataram.
“Benar……, mereka datang dari jauh, tentu sayang jika tidak kami tanggapi dengan baik…..!” Jawab Panembahan Senopati.
“Malam ini kita tidak bisa terlalu lama di sini. Panembahan akan aku antar kembali ke Mataram melalui kali Opak. Aku juga sekalian akan berkunjung ke puncak Merapi…..!” Berkata wanita itu.
“Baiklah jika itu yang terbaik…..!” Jawab Panembahan Senopati.
Mereka berdua masih sempat berbincang beberapa saat. Tetapi sesaat kemudian terdengar deru ombak laut selatan yang diiringi dengan gemerincing kereta menuju ke tempat kedua orang pria wanita yang sedang berbincang itu.
…………….
Bersambung……….
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Kunjungi pula situs saya di Youtube. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook.