Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
424
Jaka Tingkir.
Seri Danang Sutawijaya.
Sementara itu, di keraton Pajang, Kanjeng Sultan Hadiwijaya merasa prihatin setelah mengetahui bahwa Ki Pemanahan telah meninggalkan keraton beberapa lama dan tanpa minta izin kepada dirinya. Demikian pula dalam waktu pergi yang tidak bersamaan Raden Mas Danang Sutawijaya juga meninggalkan keraton. Kanjeng Sultan Hadiwijaya sudah merasa bahwa Ki Pemanahan kecewa karena telatah Mentaok tidak segera diserahkan. Apakah alasan Raden Mas Danang Sutawijaya juga sama dengan ayah kandungnya? Apakah kepergiannya mereka sudah direncanakan? Benak Kanjeng Sultan Hadiwijaya.
Namun demikian, Kanjeng Sultan Hadiwijaya masih bersabar untuk menunggu sampai waktu pasewakan agung pada saat hari menjelang bulan purnama besuk.
Sementara itu, di Jepara, Kanjeng Ratu Kalinyamat telah bersiap untuk mengusir bangsa Portugis yang telah membuat beteng pertahanan di tepi pantai. Namun Kanjeng Ratu Kalinyamat menyadari bahwa mereka memiliki banyak senjata letus yang sulit untuk ditandingi. Bahkan diketahui pula bahwa mereka memiliki meriem dorong yang bisa diangkut ke mana-mana. Akan sangat berbahaya jika di lawan. Korban tentu akan banyak berjatuhan.
Yang telah dilakukan oleh Jepara selama ini adalah membuat agar bangsa kulit putih itu tidak kerasan tinggal di tepi pantai Jepara itu. Yang telah dilakukan adalah dengan mengalihkan aliran sungai yang melewati dekat dengan beteng pertahanan tersebut. Air merupakan sumber utama untuk bertahan hidup di mana pun.
Benar, pasukan Portugis yang tangguh dengan peralatan perang yang komplit itu tak mampu menghadapi kesulitan air. Mereka memang telah mencoba menggali sumur di dalam beteng, namun airnya asin.
Para senopati Jepara yang pernah ikut berperang ke Sunda Kelapa teringat. Ketika itu pasukan Portugis di usir pula dengan aneka kotoran. Bangsa kulit putih itu memang paling tidak tahan dengan kotoran. Apalagi itu adalah kotoran manusia.
“Mengapa itu tidak kita coba…..?” Seloroh seorang senopati kepada sejawatnya.
“Baik juga jika kita coba…..!” Sahut kawannya.
“He he he……, cara berperang yang tidak ditemukan di mana pun…..!” Seloroh kawannya yang lain.
Akhirnya cara berperang yang aneh tersebut benar-benar akan dilaksanakan. Para lurah prajurit telah mengumpulkan para prajuritnya. Seorang senopati kemudian memaparkan rencana penyerangan ke beteng pasukan Portugis.
“Yang kalian siapkan adalah daun pisang atau daun jati. Buru tikus sebanyak-banyaknya, kemudian bungkus bangkai tikus itu. Setelah empat atau tiga hari, bangkai itu kita lemparkan ke dalam beteng dari segala penjuru…..!” Berkata senopati itu.
Terdengar riuh rendah para prajurit yang mendengar rencana aneh tersebut.
“Tetapi ingat…..! Rencana ini jangan sampai bocor kepada siapapun, termasuk istri-istri kalian…..! Satu saja ada yang membocorkan, satu pasar akan mendengar semua….!” Senopati itu mengingatkan.
Para prajurit pun paham akan hal itu.
Senopati itu masih melanjutkan.
“Setiap prajurit harus bisa menangkap sepuluh ekor tikus…..! Jika tidak bisa, ada gantinya…..!”
Kemudian terdengar bergeremang para prajurit. Mencari sepuluh ekor tikus itu tidak mudah. Namun mereka masih menunggu, apa gantinya jika tidak bisa menangkap sepuluh ekor tikus.
Para lurah prajurit pun belum paham apa maksud dari senopati itu.
“Ada yang sudah tahu gantinya……?” Bertanya senopati itu.
“Beluuum…..!” Jawab mereka serentak.
“Dengarkan baik-baik……! Kalian boleh membungkus kotoran kalian sendiri….!”
Terdengar gelak tawa dari hampir seluruh prajurit. Namun mereka bergembira, walau hal itu terasa aneh dan menjijikkan, tetapi jauh lebih mudah dari pada memburu tikus.
“Setujuuuuu…!” Teriak salah seorang prajurit yang kemudian disahut oleh hampir seluruh prajurit.
“Setujuuuu….., setuju……, setuju…….!” Teriak mereka sambil tertawa.
……………..
Bersambung…………
(@SUN)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.