Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#125

gendhuk jinten

Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)

Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Ki Ageng Pengging.

Siang menjelang sore itu, Adipati Gresik dan para pengiringnya telah dijamu oleh eyang dari Sultan Trenggono. Sesungguhnya, Adipati Gresik sudah terbiasa singgah di pendapa itu, dan ia pun sudah sering dijamu di rumah itu pula. Mereka sudah tahu lauk ikan yang disukai oleh Adipati Gresik, yakni pepes tenggiri. Jamuan makan dalam suasana gembira karena telah mendapatkan kesepakatan.

Setelah jamuan makan, Sultan Trenggono masih berbincang beberapa saat dengan Adipati Gresik. Semula, Sultan Trenggono dan pasukannya akan melanjutkan perjalanan ke Surabaya, bahkan akan sampai Pasuruan dan Blambangan. Namun Sultan Trenggono kemudian mengurungkan niatnya. Sultan Trenggono kemudian meminta kepada Adipati Gresik untuk membujuk Adipati Surabaya, Adipati Pasuruan dan Adipati Blambangan.
“Tetapi jangan sampai terjadi perseteruan dengan kadipaten-kadipaten itu, Paman. Jika ada jalan buntu, biar saya yang menindaklanjuti…..!” pesan Sultan Trenggono.
“Baik Kanjeng Sultan….! Akan saya laksanakan…..!” kata Adipati Gresik.

Sultan Trenggono kemudian mengatakan bahwa ia bersama pasukannya akan berbelok ke selatan dan akan menuju ke Kediri. Ia juga akan menyampaikan hal yang sama kepada Adipati Kediri. Walau demikian, rombongan itu belum akan singgah di Majapahit. Sultan Trenggono menyadari bahwa kawula Majapahit belum sepenuhnya bisa menerima ketika pusat pemerintahan harus pindah ke Demak Bintara. Walau Sultan Trenggono yakin jika harus bertempur melawan pasukan Majapahit, mereka akan mampu mengalahkannya. Namun tentu akan memakan korban kawula yang sangat banyak. Lagi pula, penguasa Majapahit sekarang ini adalah masih bersaudara dengan Sultan Demak yang pertama, Sultan Patah.
Oleh karena itu, Sultan Trenggono memilih untuk menghindari perseteruan dengan Majapahit, tetapi akan menuju ke Kediri.
“Aku setuju dengan rencana Kanjeng Sultan itu….!” kata Sunan Kudus.
Demikian pula Adipati Gresik mendukung langkah yang akan ditempuh oleh Sultan Trenggono tersebut.
Beberapa saat kemudian, Sultan Trenggono, Sunan Kudus dan dua orang senopatinya berpamitan untuk kembali bergabung dengan pasukan gabungan yang tengah masanggrah di perbatasan. Demikian pula Adipati Gresik juga berpamitan untuk kembali ke kadipaten. Dan selanjutnya akan melaksanakan pesan dari Sultan Trenggono.

Sementara itu, Ki Tanu yang telah sepuh tak ingin terlibat dalam persengketaan pemerintahan. Ia telah merasa puas setelah mendengar dan menyaksikan cucunya, Jaka Sengara yang kini bergelar Handayaningrat menjadi pimpinan di Pengging. Dan ia pun tahu bahwa cucunya tersebut telah berjodoh dengan trah Majapahit pula. Bahkan kini telah berputra dua orang perjaka yang gagah-gagah, Kebo Kenanga dan Kebo Kanigara. Kini Ki Tanu memilih kembali menyepi di Goa Tritis tak jauh dari tepi pantai laut kidul. Setelah usahanya melacak sang istri dan Baginda Raja tidak berhasil. Ia hanya mendengar kabar bahwa sang Baginda Raja naik ke sebuah puncak gunung dan diikuti oleh beberapa kerabatnya. Dan Ki Tanu yakin bahwa salah satu kerabat itu adalah sang istri, ibu dari Gendhuk Jinten. Namun setelah Ki Tanu mendaki ke puncak gunung yang disebutkan tadi, ia tidak menemukan yang dicari. Bahkan tanda-tanda bahwa di tempat itu pernah dikunjungi Sang Baginda Raja pun tak tampak.
Oleh karena itu, Ki Tanu ingin menghabiskan masa tuanya di Goa Tritis. Ia pun masih mampu menjadi juru sembuh bagi warga di sekitar tempat ia tinggal. Di sana ia akan lebih dekat dengan alam, dengan sesama dan dengan Sang Pencipta.

Sementara itu, Ki Ageng Pengging merasa gelisah. Ia telah mendengar bahwa pasukan gabungan yang besar telah menuju ke bang wetan. Ia mengkhawatirkan jika pasukan yang besar itu menyerang Majapahit. Bagaimana pun juga, ia merasa ada ikatan yang kuat dengan negeri leluhurnya itu.
Dalam kegelisahan itu, ia kemudian berpamitan kepada sang istri dan kedua putranya akan berkunjung ke Majapahit.
“Kanigara boleh ikut ramanda…..?” tanya Kebo Kanigara.
“Biarlah ayahmu ini pergi sendiri. Kawanilah kakakmu menjaga tanah Pengging ini…..!” kata Ki Ageng Pengging.
………….
Bersambung……….

Petuah Simbah: “Syukuri masa senja dengan dekat dengan alam, dengan sesama dan dengan-Nya.”
(@SUN)

**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *