Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#18

“Tadi aku dipatuk ular, ula weling…..!” kata orang itu.
“Ooh….! trus gimana Pak-ne…..!” tanya istrinya yang khawatir.
“Lhaa itu tadi aku katakan, Ki Tanu itu orang sakti…..! Luka gigitan ular diobati pakai akik, langsung sembuh, racun bisa ular seperti disedot oleh akik itu…..!” lanjut suaminya.
Suaminya itu kemudian bercerita panjang lebar tentang Ki Tanu, juga tentang keheranannya membangun gubug seorang diri langsung jadi.
“Kalau bukan orang sakti tak mungkin bisa melakukan seperti itu…..!” lanjut suaminya.
“Besuk aku mau ikut sambatan – ikut membantu bareng kawan-kawan yang lain…..!” lanjut suaminya.
“Lhaa yang masak di sana siapa…..?” tanya istrinya.
“Ada putrinya, namun masih belum dewasa….! Dan sepertinya juga belum ada kuwali dan lainnya untuk memasak…..!” kata suaminya.
“Sebagai ungkapan terimakasih karena Pak-e sudah sembuh, aku besuk juga mau ikut, mau ikut membantu memasak….!” kata istrinya.
“Setuju, Nyi…..! sekalian membawa kuwali dan alat masak lainnya…..!” kata suaminya.
“Baik, besuk akan kita bawakan alat-alat masak seadanya…..!” kata istrinya.

Baru terang tanah, namun Ki Tanu sudah mencari keringat dengan membabat gerumbul-gerumbul perdu dan rerumputan liar di sekitar gubug yang mereka buat. Dengan ilmunya yang tinggi, gerumbul-gerumbul perdu itu dibabat dengan mudah seperti membabat ilalang saja. Sedangkan Gendhuk Jinten telah pergi ke kali untuk berbersih diri.

Ketika matahari baru naik sejengkal, sebelas orang warga kademangan telah datang di bawah gubug buatan Ki Tanu. Tiga orang diantaranya adalah yang tadi malam datang, termasuk yang dipatuk ular. Ketiga orang tersebut telah bercerita panjang lebar tentang Ki Tanu. Dan kini mereka bertiga dibuat heran kembali. Bukankah tadi malam, di sekitar gubug itu masih berupa gerumbul liar? Namun kini telah bersih.
Disamping sebelas orang itu, datang pula tiga orang wanita yang siap untuk membantu memasak bagi mereka. Mereka juga membawa peralatan dapur secukupnya.
Gendhuk Jinten senang menyambut ketiga wanita tersebut. Terlebih ketika dibawakan alat-alat dapur. Gendhuk Jinten terbiasa menunggui para abdi di kasatrian ketika memasak, bahkan ia sering membantu pula. Ia memang senang memasak juga.
“Terimakasih, bibi-bibi…..! Jinten sangat senang atas bantuannya…..!” kata Gendhuk Jinten.
“Kami tidak patut dipanggil bibi, tetapi embok saja…..!” kata salah seorang dari mereka.
“Ayo kita mulai memasak, biar sarapannya tidak terlalu siang…..!” kata embok istri dari orang yang digigit ular.

Sementara itu, para lelaki yang datang untuk sambatan telah membawa berbagai peralatan tukang. Salah seorang dari mereka adalah seorang tukang kayu yang sebenarnya.
“Apakah rencana Ki Tanu yang bisa saya bantu…..?” tanya tukang kayu tersebut.
“Dalam jangka panjang, saya ingin membuat pondok walau sederhana, namun layak sebagai tempat tinggal kami berdua agar tidak kehujanan dan kepanasan…..! Gubug itu hanya untuk sementara sebelum ada pondok yang layak…..!” kata Ki Tanu.
“Baiklah…..! Jika demikian akan kami bantu…..!” kata tukang kayu tersebut.
Tukang kayu tersebut kemudian meminta kawan-kawannya untuk menebang batang bambu yang cukup banyak yang ada di pinggir sungai itu. Pondok yang rencananya hampir semua terbuat dari bambu dan pelepah daun kelapa.
Entah oleh siapa dan dari mana pohon bambu itu banyak tumbuh di pinggir kali itu. Bangunan pokok akan menggunakan batang bambu petung, sedangkan usuk dan reng akan menggunakan batang bambu apus atau bambu wulung.

Sementara itu, tukang kayu itu bersama dengan Ki Tanu berembug tentang bentuk dan tempat yang akan dibangun pondok. Tempatnya tak jauh dari gubug yang telah berdiri itu.
Akhirnya keduanya telah bersepakat tentang letak dan bentuk bangunan. Keduanya pun kemudian membersihkan lahan yang akan dibangun pondok. Namun Ki Tanu tidak mengerahkan ilmu yang ia miliki. Ia bekerja seperti orang kebanyakan, hanya dengan tenaga yang sedikit lebih kuat dari orang biasa.

Embok-embok di dapur sementara telah mulai memasak sambil bersenda gurau. Kepercayaan mereka, jika memasak dengan bersungut-sungut, maka masakannya tidak akan enak, tetapi jika memasak dengan hati gembira, maka masakannya akan enak, bahkan lezat.
………..
Bersambung……….

Petuah Simbah: “Segala sesuatu yang dikerjakan dengan gembira, hasilnya akan menyenangkan, sebaliknya jika dikerjakan dengan bersungut-sungut dan terpaksa, hasilnya pasti akan mengecewakan.”
(@SUN)

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *