Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#51

Sebelumnya, Patih Gupala telah mendengar gelegar aji Gelapngampar, ia tahu bahwa Prabu Baka sedang melayani perang tanding melawan utusan dari keraton Pengging. Ia yakin bahwa utusan dari Pengging itu tentu sudah menggelepar menerima serangan aji Gelapngampar. Namun kini ia mendengar ledakkan dahsyat, sepertinya beradunya dua ilmu yang sangat tinggi.
Ketika Patih Gulapa sedang termangu-mangu, datanglah seorang putri cantik tinggi semampai, putri Prabu Baka, ia adalah Rara Jonggrang.
“Paman Gupala…..! hatiku tidak enak, tolong pergi ke arena perang tanding antara Rama Prabu melawan utusan dari keraton Pengging……!” kata Rara Jonggrang.
“Baik Nini…..! ledakkan dahsyat itu sampai terdengar dari tempat ini, tentu beradunya ilmu yang sangat tinggi….! Biarlah aku menyusul ke Ara-ara Amba di seberang kali Opak itu……!” kata Patih Gulapa.

Patih Gulapa pun bergegas lari dengan langkah-langkah panjang menuruni bukit Baka. Dari atas bukit, Ara-ara Amba sepertinya begitu dekat, namun sesungguhnya cukup jauh juga.
Sementara itu pertarungan antara Prabu Baka melawan Raden Bandung Bandawasa telah berlangsung beberapa lama. Keduanya belum bisa melukai lawannya, karena setiap kali benturan ilmu tidak langsung berhadapan, namun berjarak. Raden Bandung Bandawasa pun tidak mudah untuk mendekati Prabu Baka, namun sebaliknya, Prabu Baka pun sulit untuk menghantamkan ilmunya langsung ke tubuh Raden Bandung Bandawasa. Raden Bandung Bandawasa sangat gesit berkelit, namun jika terpaksa, ia akan membenturkan ilmunya. Yang terjadi adalah ledakkan dahsyat kembali memekakkan telinga. Namun keduanya juga telah melindungi diri dengan ilmu kebalnya. Walau demikian, masing-masing tidak akan gegabah membenturkan tubuhnya dengan ilmu lawannya. Jika ilmu kebalnya tak mampu menahan gempuran serangan ilmu lawannya, salah satu tentu akan terkapar tinggal nama.
Prabu Baka juga mengandalkan kekuatannya. Jika ia berhasil menerkam lawannya, tentu lawannya itu bisa diringkus dengan mudah. Ia pun mampu mendorong pohon beringin sehingga roboh. Ia juga mampu mencabut pohon kelapa tua. Bahkan melemparkan batu sebesar kerbau pun ia mampu.
Namun lawannya bukan batu atau pohon kelapa, tetapi Raden Bandung Bandawasa yang ilmunya tak bisa dijajagi.
Raden Bandung Bandawasa tak mau hanya selalu menjadi sasaran serangan, ia juga harus bisa balik menyerang.
Tiba-tiba Prabu Baka terkejut bukan kepalang, wujud Raden Bandung Bandawasa berubah menjadi tiga sosok yang sangat mirip, sulit untuk dibedakan. Dan ketiga sosok itu kemudian berpencar di tiga tempat yang berbeda yang saling berseberangan. Mereka pun telah bersiap untuk menghadapi Prabu Baka.
“Bangsat keparat…..! Ternyata ilmu nenek moyang itu masih ada….! Aji Kakang kawah adi ari-ari – menjadi sosok kembar tiga…….!” seloroh Prabu Baka kepada dirinya sendiri.
Tetapi Raden Bandung Bandawasa tidak menyahut, karena jika ia berkata, maka akan diketahui sebagai sosok yang asli. Ketiganya kemudian mengitari Prabu Baka dengan gerakan yang sama. Prabu Baka kesulitan untuk menentukan yang mana sosok Bandung Bandawasa yang sesungguhnya. Jika ia menyerang salah satu dan ternyata salah sasaran, maka sosok yang asli akan balik menyerangnya. Dan Prabu Baka tidak segera menyerang salah satu dari tiga sosok tersebut. Namun ketiga sosok itu semakin lama semakin dekat dengan Prabu Baka. Namun Prabu Baka tak ingin menjadi sasaran setelah jarak jangkau pukulan sedemikian dekat. Tiba-tiba Prabu Baka kembali melontarkan serangan kepada salah satu sosok yang ia yakini sebagai wujud Bandung Bandawasa yang sesungguhnya. Namun perhitungan Prabu Baka tidak tepat, sosok yang menjadi sasaran adalah sosok semu dari Raden Bandung Bandawasa. Sosok itu dihantam ilmu Prabu Baka tidak meledak, namun hilang seketika. Prabu Baka terkesiap, ia tidak tahu apakah yang lenyap itu sosok lawan yang sebenarnya atau hanya sebuah bayangan ilmu lawan.
Raden Bandung Bandawasa yang sesungguhnya tak menyia-nyiakan kesempatan. Aji Bandung Bandawasa yang dahsyat segera dihantamkan ke tubuh Prabu Baka.
“Auuucchh…..!” terdengar lenguh pendek namun menyayat hati.
………..
Bersambung………

Petuah Simbah: “Jangan sia-siakan peluang, karena kesempatan belum tentu akan terulang.”
(@SUN)

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *