Tubuh yang tinggi besar itu jatuh berdebum di rerumputan liar. Tubuh Prabu Baka pun gosong dan tak mampu bangkit lagi, tewas.
Sungguh dahsyat hantaman aji Bandung Bandawasa, Prabu Baka yang sakti mandraguna dan telah berlindung dengan ilmu kebalnya, namun tak mampu bertahan. Bahkan tubuh tak dikenali lagi karena semua bagian tubuh, bahkan busana raja pun ikut terbakar.
Raden Bandung Bandawasa tertegun melihat akibat dari hantaman aji miliknya yang dinamai namanya sendiri, aji Bandung Bandawasa. Selama ini memang ajian tersebut belum pernah dihantamkan kepada siapapun, karena setiap lawannya pasti sudah menyerah sebelum ia mengerahkan ajian tersebut.
Bayaputih yang sekarang mengaku bernama Birawa itu terkagum dengan cerita yang dikisahkan oleh Ki Bekel Klurak tersebut. Ia baru kali ini mendengar kisah yang dahsyat dan mendengar cerita tentang kesaktian nenek moyang orang Jawa. Namun ada rasa kecewa karena seorang raja yang sakti mandraguna terbunuh oleh seorang anak muda, Raden Bandung Bandawasa. Bayaputih membayangkan betapa saktinya Raden Bandung Bandawasa yang diceritakan sebagai putra mahkota kerajaan Pengging di masa lalu. Pengging yang sekarang adalah sebuah kademangan yang sedang berkembang. Ingat Pengging, hati Bayaputih berdebar, ia teringat seorang gadis yang cantik jelita, Gendhuk Jinten.
Sedangkan Lasa, walau pernah mendengar cerita tersebut, namun tetaplah kagum dengan kisah tersebut. Lasa kemudian membayangkan, jika nenek moyang orang Jawa memang memiliki kesaktian yang demikian, pantaslah bila mampu membangun istana batu di puncak bukit. Jika batu-batu ada yang sebesar kerbau itu sampai terusung di puncak bukit, pastilah mereka orang-orang yang sakti mandraguna. Sepertinya mustahil orang-orang kebanyakan mampu melakukannya.
“Terus, ceritanya bagaimana, Ki Bekel…..?” tanya Birawa yang penasaran.
“Sebaiknya kita makan malam dahulu, Kisanak…..! Nyi Bekel telah menyiapkan hidangan untuk santap malam…..!” kata Ki Bekel.
Tentu saja Birawa dan Lasa tak mungkin menolak, mereka adalah tamu dari Ki Bekel, walau dengan sedikit kecewa.
Setelah makan malam, Ki Bekel Klurak kemudian melanjutkan ceritanya.
“Maaf, tadi sampai di mana, yaa…..?” tanya Ki Bekel sebelum melanjutkan bercerita.
“Tubuh Prabu Baka gosong dan tak dikenali lagi…..!” Lasa-lah yang menyahut.
“Ooh ya…..! Sesungguhnya, Prabu Baka adalah seorang raja yang sakti mandraguna. Sebelumnya ia tak pernah ada yang mampu mengalahkannya, tetapi Raden Bandung Bandawasa yang masih muda itu ilmunya sungguh tak bisa dijajagi…..!” kata Ki Bekel Klurak.
“Sayang sekali, tewas secara mengenaskan…..!” kata Birawa.
“Seandainya dua kerajaan yang bertetangga itu bersatu, tentu merupakan kekuatan yang dahsyat, bisa menyatukan seluruh Jawadwipa…..!” Lasa yang menyahut.
“Kami di Klurak dan seluruh kademangan Prabanan ini adalah kawula dari negeri Baka itu. Dan kekuasaan negeri Baka ke arah matahari terbenam serta ke arah laut selatan……!” imbuh Ki Bekel Klurak.
Kedua tamunya mengangguk-angguk membayangkan luas kekuasaan negeri Baka.
“Bagaimana dengan Raden Bandung Bandawasa tadi, Ki Bekel…..?” desak Birawa.
Ki Bekel tersenyum, namun kemudian melanjutkan ceritanya.
Raden Bandung Bandawasa waspada ketika mendengar langkah panjang orang berlari ke arahnya. Patih Gupala-lah yang datang. Ia terkejut bukan kepalang ketika mendapati seorang anak muda yang berdiri tegak dengan sikap siaga. Ia menduga, orang inilah yang disebut Raden Bandung Bandawasa. Namun Ki Patih Gupala heran, karena tak melihat keberadaan Prabu Baka. Patih Gupala tertegun ketika melihat seonggok menyerupai sosok tubuh orang yang gosong dan masih berasap.
“Heiii Kisanak…..! siapakah kau, dan di manakah Sang Prabu Baka berada……?” tanya Patih Gupala dengan kasar.
Raden Bandung Bandawasa tidak senang dengan cara orang yang datang itu bertanya. Namun demikian, Raden Bandung Bandawasa menjawab juga.
“Lihatlah seonggok tubuh yang gosong itu, apakah dia yang kau maksud……!” jawab Raden Bandung Bandawasa dengan ketus.
Patih Gupala berdebar-debar, namun ia datangi juga seonggok tubuh yang gosong dan berasap itu.
……………
Bersambung…………
Petuah Simbah: “Ada ungkapan, seseorang bisa menjadi korban dari keserakahannya sendiri.”
(@SUN)