Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#98

gendhuk jinten

Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)

Penerus Trah Prabu Brawijaya.

Gendhuk Jinten.

Ki Demang segera bergegas ke pondok Gendhuk Jinten. Kini Ki Demang berkuda karena sekalian akan meninjau pembuatan embung di hulu sungai. Sedangkan Mbok Inang juga segera kembali ke pondok Gendhuk Jinten dengan berjalan kaki.
Derap kaki kuda yang tidak terlalu kencang itu telah menuju ke pondok Gendhuk Jinten.
Gendhuk Jinten yakin bahwa yang datang adalah Ki Demang.
“Beliau datang……!” bisik Mbok Dukun.
“Diminta langsung ke pendapa saja Mbok…..!” pinta Gendhuk Jinten.

Ki Demang sedikit terkejut karena melihat mata sembab Gendhuk Jinten. Ia menduga pasti ada sesuatu yang penting sehingga membuat Gendhuk Jinten menangis.
Mereka kemudian saling berkabar keselamatan sesuai adat yang berlaku di kademangan itu. Dan Mbok Dukun segera menyajikan minuman dan penganan yang telah disiapkan sebelumnya. Teh nasgitel – panas legi dan kentel kesukaan Ki Demang.
“Mbok Dukun, Jinten perlu Mbok Inang sebagai saksi yang melihat dan mendengar semuanya…..!” kata Gendhuk Jinten.
“Semoga ia segera kembali…..!” kata Mbok Dukun.
Yang ditunggu pun segera tiba, karena jarak dari kedemenan ke pondok itu tidak terlalu jauh.

Setelah mereka berempat, Gendhuk Jinten segera mengatakan kejadian di tepi sungai itu, yakni tentang kedatangan seseorang yang mengaku bernama Bayaputih. Mbok Inang sesekali melengkapi cerita yang disampaikan oleh Gendhuk Jinten. Dikatakan pula bahwa orang itu berperawakan sedikit berbeda dengan orang Jawa pada umumnya. Ia berkulit lebih terang, rambut lurus hitam, hidung lebih mancung dan yang lebih berbeda adalah matanya yang lebih sipit.
“Ia segera berbalik meninggalkan kami, Ki Demang…..!” lanjut Gendhuk Jinten yang matanya kembali berkaca-kaca.
“Heeemmm….., kau katakan bahwa ia adalah seorang pangeran dari negeri seberang…..?” kata Ki Demang.
“Benar demikian Ki Demang……!” kata Gendhuk Jinten.
Ki Demang belum pernah mendengar nama Bayaputih. Namun Ki Demang bisa membayangkan ciri-ciri orang yang dikatakan oleh Gendhuk Jinten itu. Ki Demang pernah berjumpa beberapa orang yang memiliki ciri-ciri seperti itu ketika ia pergi ke Lasem. Kebanyakan dari mereka adalah pedagang dari negeri seberang yang logat bicaranya pun berbeda pula. Bahkan, Ki Demang juga tahu bahwa Sultan Demak sekarang ini juga memiliki ciri-ciri yang hampir seperti itu, walau dia juga seorang pangeran Majapahit sebelumnya. “Apakah ada hubungannya….?” batin Ki Demang.
Namun tadi dikatakan oleh Gendhuk Jinten, bahwa dia adalah seorang pangeran dari negeri seberang, bukan seorang pedagang. Ki Demang tahu bahwa seorang pangeran adalah putra seorang raja.
“Apakah dia tidak mengatakan bahwa dia adalah seorang pangeran dari negeri Demak…..?” tanya Ki Demang.
“Tidak saya dengar, Ki Demang…..!” kata Gendhuk Jinten.
“Apakah Bibi mendengar kata-kata itu…..?” tanya Gendhuk Jinten kepada Mbok Inang.
“Saya juga tidak mendengar…..!” kata Mbok Inang.
“Yang saya dengar sebelum lari meninggalkan kami, dia mengatakan bahwa belum tentu ada kesempatan untuk kembali ke kademangan ini….!” imbuh Mbok Inang.
“Itulah yang terjadi, Ki Demang…..! Jinten menyerahkan segalanya kepada kebijakan Ki Demang…..!” kata Gendhuk Jinten.
Ki Demang mengangguk-angguk kecil, namun tidak segera menjawab.
Dalam batin Ki Demang percaya dengan cerita yang disampaikan oleh Gendhuk Jinten maupun oleh Mbok Inang tersebut. Ki Demang juga percaya kepada kata-kata orang yang menyebut Bayaputih tersebut. Namun siapakah dia yang belum mendapat kejelasan dari Ki Demang. Apakah dia juga merupakan seorang pangeran Demak….?” batin Ki Demang.
Seandainya Ki Tanu belum terlanjur pergi, tentu akan lebih mudah untuk mendapat kejelasan. Karena Ki Demang sudah tahu bahwa Ki Tanu sesungguhnya adalah adik ipar dari Sultan Demak itu sendiri.
Namun Ki Demang harus segera mengambil sikap agar Gendhuk Jinten tidak semakin gelisah.
“Baiklah, aku percaya dengan cerita kalian…..! Dan juga percaya dengan yang dikatakan oleh orang yang mengatakan bernama Bayaputih itu…..!” kata Ki Demang.
…………..
Bersambung………..

Petuah Simbah: “Setiap orang membutuhkan orang lain sebagai tempat tumpahan curahan hati. Dengan demikian ia akan mendapat kelegaan.”
(@SUN)

**Kunjungi web stsunaryo.com untuk membaca tulisan yang lain.
Ada yang baru setiap hari.

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *