Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(168)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.
Ki Jagabaya bertindak tegas, kedua orang pengutil itu segera dimasukkan ke dalam kerangkeng terpisah. Bukti dan saksi sudah kuat.
Ki Jagabaya dan Ki Demang kemudian mencecar lurah pasar tentang keterlibatannya dengan kedua pengutil itu. Kabar tentang keterlibatannya itu telah beberapa waktu didengar oleh Ki Jagabaya. Namun demikian, belum ada bukti yang menguatkan. Lurah pasar selalu mengelak dengan berbagai dalih. Namun Ki Jagabaya maupun Ki Demang menilai bahwa dalih dari lurah pasar itu belum kuat. Bahkan kadang-kadang tidak masuk akal.
“Untuk sementara Ki Lurah menginap di kademangan, bukan di kerangkeng. Besuk akan kami minta keterangan lagi……!” kata Ki Demang.
“Saya harus ke pasar lagi, Ki Demang. Masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan…..!” dalih lurah pasar.
“Biarlah nanti Ki Ulu-ulu dan perangkat kademangan dan rekan sejawatmu yang menyaksikan…..!” kata Ki Demang.
Akhirnya lurah pasar itu harus menginap di kademangan, walau tidak di kerangkeng seperti dua orang pengutil yang tertangkap.
Ki Demang dan Ki Jagabaya kemudian bertanya kepada Jaka Tingkir.
“Anak muda, siapakah kau ini sesungguhnya? Pasti bukan hanya sekedar seorang pengembara….!” kata Ki Demang.
“Benar Ki Demang, saya Jaka Tingkir, perjaka dari kademangan Tingkir….!” jawab Jaka Tingkir jujur. Karena jika ia tidak jujur akan merepotkan dirinya sendiri.
“Kademangan Tingkir…..? Aku dahulu sering ke Tingkir berkunjung ke rumah sahabatku, namun beliau telah meninggal. Ki Ageng Tingkir namanya, seorang dalang kondang saat itu…..!” lanjut Ki Demang.
“Beliau adalah orang tuaku…..!” kata Jaka Tingkir.
“Ooh……, ternyata putra sahabatku sendiri. Beliau pasti tersenyum di alam sana, karena melihat putranya yang perkasa……!” lanjut Ki Demang.
“Hanya sebuah kebetulan saya melihat ulah dari pengutil itu…..!” kata Jaka Tingkir merendah.
“Persis seperti Ki Ageng Tingkir yang rendah hati…..!” kata Ki Demang yang tidak tahu bahwa Jaka Tingkir adalah putra angkat dari Ki Ageng Tingkir.
“Jika boleh tahu, Kisanak Jaka Tingkir dari mana mau ke mana……?” tanya Ki Demang
“Saya diutus oleh Ki Ageng Sela untuk bertemu Ki Ganjur di Demak Bintara….!” kata Jaka Tingkir jujur.
“Ki Ageng Sela……? Ki Ageng Sela yang sakti mandraguna dan mampu menangkap petir itu…….?” Ki Jagabaya yang kemudian ingin meyakinkan.
“Itu berlebihan, Ki…….! beliau manusia biasa seperti kita…..!” kata Jaka Tingkir.
“Apakah Kisanak merupakan anak murid dari Ki Ageng Sela…..?” tanya Ki Demang yang telah banyak mendengar tentang Ki Ageng Sela yang sudah sepuh.
“Murid yang sekedar untuk bisa membaca dan menulis, Ki Demang……!” kata Jaka Tingkir merendah.
“Pantaslah jika pengutil itu dengan mudah diringkus okeh Anakmas ini……!” Ki Jagabaya yang menyambung.
Jaka Tingkir hanya tersenyum, tidak menanggapi dengan kata-kata.
“Ki Ganjur juga sahabatku, jika telah bertemu titip salam untuknya…..!” kata Ki Demang.
“Maaf, Ki Demang dan Ki Jagabaya, saya sudah banyak tertahan waktuku di pasar tadi. Perkenankan saya mohon pamit untuk melanjutkan perjalanan….!”
“Baiklah Anakmas Jaka Tingkir, kami hanya bisa mengucapkan terimakasih atas kepeduliannya untuk menangkap dua orang pengutil yang mengganggu keamanan pasar Kedungjati……!” kata Ki Demang.
Waktu hampir tengah hari ketika Jaka Tingkir kemudian melanjutkan perjalanan. Ia ingin benar-benar lewat Mrapen untuk bisa melihat langsung api yang tak pernah padam itu. Namun Jaka Tingkir memang tidak terlalu tergesa-gesa. Ia berjalan sewajarnya saja dengan tongkat bambu di tangannya. Jika nantinya setelah malam baru sampai di Mrapen pun tidak masalah. Bahkan ia ingin tidur di sekitar api yang tak pernah padam itu.
…………..
Bersambung…………
Petuah Simbah: “Orang rendah hati justru akan dihargai.”
(@SUN)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.