Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(240).
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.
Seri Arya Penangsang.
Dalam jarak yang begitu dekat dan dari arah belakang dari Kanjeng Sultan, prajurit juru ladi itu berhasil menghujamkan pisau itu.
Semua yang menyaksikan tak sempat mencegah kejadian itu. Pisau telah menancap di lambung samping dari Kanjeng Sultan Trenggana.
Kanjeng Sultan pun sempoyongan, namun sempat ditahan oleh salah seorang senopati. Salah seorang senopati kemudian melolos pisau pemotong daging itu. Darah pun mengucur deras dari luka yang cukup dalam itu.
Sementara beberapa senopati segera meringkus prajurit muda yang telah menusuk lambung dari Kanjeng Sultan Trenggana tersebut.
Terjadi kegemparan yang hebat di kubu pasukan Demak Bintara. Pimpinan tertinggi dari pasukan yang besar itu tengah terkapar bersimbah darah.
Seorang tabib andalan yang menyertai pasukan itu segera bertindak. Namun sang tabib terkejut bukan kepalang, karena darah yang mengucur sudah terlalu banyak dan membasahi hampir seluruh kain yang dipakai oleh Kanjeng Sultan. Kanjeng Sultan pun terlihat pucat pasi. Sang tabib semakin berdebar ketika detak jantung Kanjeng Sultan sedemikian lemah.
Sang tabib belum sempat membebat luka di lambung Kanjeng Sultan, ketika kemudian ia bergumam lirih.
“Ooh…, Kanjeng Sultan tak tertolong…!”
Para senopati yang berada di sekeliling Kanjeng Sultan pun tak menduga sama sekali akan kejadian itu. Kejadian yang sangat sepele namun membuat Kanjeng Sultan gugur.
Kubu pasukan Demak Bintara semakin gempar setelah kabar gugurnya Kanjeng Sultan itu dengan cepat menyebar ke hampir seluruh prajurit di pasukan itu.
“Kanjeng Sultan gugur……, Kanjeng Sultan gugur…..!” gumam mereka di seluruh pasukan.
“Hee…., siapa pembunuhnya……?” Pertanyaan yang hampir sama terdengar di mana-mana.
“Sudah diringkus, katanya prajurit muda dari Surabaya…..!” Sahut yang lain.
“Bukankah Gusti Adipati Surabaya sangat setia kepada Kanjeng Sultan…?” Bertanya salah seorang prajurit.
“Entahlah apa yang terjadi…..?” Kata orang sebelumnya.
“Pasti itu sudah direncanakan sejak lama…..!” Kata yang lain seakan ia tahu kejadiannya.
“Katanya terjadi tiba-tiba…..!” Sahut yang lain.
“Bagaimana mungkin, Kanjeng Sultan yang sakti mandraguna itu bisa dengan mudah gugur dengan pisau dapur…..?” Pertanyaan serupa terdengar hampir sebagian besar prajurit.
“Entahlah……, mungkin prajurit itu juga memiliki bekal ilmu yang tinggi pula…..!” Sahut prajurit lain menduga-duga.
Para senopati dan para prajurit Demak Bintara yang sangat setia kepada Kanjeng Sultan sangat marah akan kejadian itu. Namun mereka tidak bisa meluapkan kemarahan. Seorang sultan yang mereka hormati dan banggakan harus gugur dengan cara yang sangat sepele. Namun apa dikata kejadian itu telah terjadi. Dan Kanjeng Sultan Trenggana yang gagah perkasa di medan laga telah benar-benar gugur.
Sementara itu, di kotaraja Demak Bintara sedang terjadi kegemparan pula. Hujan abu menyelimuti seluruh telatah Demak Bintara.
“Merapi meletus…., Merapi meletus….., Merapi meletus……!” Terdengar hampir di semua tempat.
Semua berlarian mencari tempat yang aman.
Jaka Tingkir segera bergegas ke kaputren untuk memastikan bahwa Nimas Cempaka selamat.
Nimas Cempaka senang karena Jaka Tingkir segera datang.
“Benarkah Merapi meletus…..?” Bertanya Nimas Cempaka.
“Jika meletus pasti terjadi gempa dan terdengar gemuruhnya…..! Aku kira ini hanya batuknya Merapi saja…..!” Kata Jaka Tingkir yang tak asing dengan perilaku gunung Merapi.
Jaka Tingkir sudah beberapa kali naik ke puncak Merapi karena tak jauh dari kademangan Sela tempat keberadaan Ki Ageng Sela.
“Sudahlah Nimas….., tenangkan hati di kaputren, aku harus berkeliling untuk memberi rasa aman kepada kawula Demak Bintara……!” Kata Jaka Tingkir setelah keadaan Nimas Cempaka tenang.
Setelah meninggalkan kaputren, Jaka Tingkir kemudian berdebar-debar. Ia teringat kepada sang paman, Ki Kebo Kanigara.
…………….
Bersambung………
Petuah Simbah: “Batas hidup seseorang tidak ada yang tahu.”
(@SUN).
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.