Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1205
Mataram.
Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Garwa Selir yang sangat gelisah itu segera berjalan cepat menuju arah pintu yang dari dalam. Ia memang mendengar dengan samar keributan di belakang pintu. Dan ia yakin itu karena putranya, Pangeran Martapura yang pasti berulah. Namun apapun keadaan putranya, wisuda harus terlaksana. Ia tidak peduli dengan tanggapan orang tentang putranya nanti. Karena ia sendiri yang akan sebagai wali yang mendampingi putranya sebagai raja nantinya. Ia yang akan mengendalikan pemerintahan negeri ini walau tanpa mahkota. Ia merasa sedikit banyak tahu tentang negeri ini karena Sinuhun Hanyakrawati sering bercerita tentang berbagai hal dan bahkan juga yang menyangkut pemerintahan. Karena hampir setiap setelah beradu kasih, Sinuhun Hanyakrawati akan dengan ringan bercerita tentang banyak hal.
Busana dan perhiasan yang serba gemerlap menjadi pusat perhatian semua orang. Terlebih keributan di belakang pintu semakin jelas terdengar.
Garwa Selir terperangah ketika menyaksikan putranya dengan pakaian seadanya.
“Ini bagaimana…..! Mengapa tidak didandani, ngapain saja sejak tadi…!” Bentak Garwa Selir dengan keras yang didengar oleh hampir semua orang di pendapa itu. Sambil melotot ke arah juru rias.
“Maaf gusti …..! Tadi sudah sudah diagem – dipakai tetapi dilepas sendiri dan bahkan dibuang….!” Dalih juru rias yang ketakutan.
Bahkan tiba-tiba Pangeran Martapura merangkul ibundanya seperti anak kecil.
“Ayo dipakai pakaian yang sangat bagus itu sayangku….!” Bujuk ibundanya.
“Emoooh… sumuk…! (Tidak… gerah)!” Tolak Pangeran Martapura.
Namun dua orang pengawal dari Pangeran Martapura segera memaksa untuk memakai busana ksatria yang tadi dibuang. Namun Pangeran Martapura tetap menolak. Bahkan ibundanya pun ikut memegangi pula. Meskipun demikian, Pangeran Martapura tetap berontak.
Sedangkan di pendapa mulai bergeremang, mereka mengira-ira apa yang terjadi di balik pintu pendapa. Mereka yang telah tahu keadaan Pangeran Martapura memastikan, itu pasti ulah dari sang pangeran yang akan diwisuda sebagai raja. “Bagaimana nantinya jika ia benar-benar menjadi raja kita…?” Bisikan serupa banyak terdengar di pendapa itu. Sedangkan mereka yang belum tahu keadaan dari Pangeran Martapura sungguh heran. Mengapa hal seperti ini terjadi di sebuah tata upacara yang agung ini. Tata upacara penghormatan jenasah dan wisuda nata. Semestinya sakral dan agung.
Tiba-tiba mereka semua terkejut ketika terdengar umpatan keras.
“Heeee…. kurang ajar….!” Yang berteriak adalah Garwa Selir.
Yang terjadi, karena Pangeran Martapura yang berontak, ia berpegangan kalung robyong yang dipakai oleh ibundanya dan kemudian ditariknya. Kalung-pun putus dan jatuh berserakan di lantai.
Ki Tumenggung Mandurareja segera berlari ke arah pintu. Dialah yang bertanggung jawab atas terselenggaranya seluruh rangkaian tata upacara saat itu. Ia pun terkejut melihat keadaan Pangeran Martapura dan Garwa Selir. Namun sebagai seorang yang bertanggung jawab, ia harus segera bertindak. Yang paling penting, wasiat dari Sinuhun Hanyakrawati harus terlaksana, apapun jadinya. Ia, Ki Tumenggung Mandurareja yang berilmu tinggi itu segera menotok simpul syaraf dari Pangeran Martapura. Pangeran Martapura pun menjadi tak berdaya namun tidak pingsan. Dalam keadaan seperti itu, ia tidak mampu berontak sekecil apapun. Ia telah dipaksa memakai pakaian ksatria yang sangat pantas. Sedangkan Garwa Selir dibantu juru rias segera memakai kalung robyong susun tiga. Namun akhirnya hanya asal dipakai karena kesulitan disambung lagi.
Seluruh hadirin terkejut ketika menyaksikan Pangeran Martapura dipanggul dua orang prajurit di kiri dan kanannya. Sepertinya Pangeran Martapura tak berdaya. Di depannya berjalan Ki Tumenggung Mandurareja menuju ke tempat tata upacara wisuda.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.
