Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1204
Mataram.
Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Ki Tumenggung Mandurareja yang memang diminta oleh Ki Patih Mandaraka untuk melanjutkan tata upacara tersebut. Bahwa sebelum jasad Sinuhun Hanyakrawati dimakamkan akan dilangsungkan wisuda nata. Biarlah Sinuhun Hanyakrawati menyaksikan bahwa telah melaksanakan janji kepada Garwa Selir bahwa putranya akan jumeneng nata – menjadi raja di keraton Mataram. Ini sesorah dari Ki Tumenggung Mandurareja. Pemahkotaan akan dilangsungkan disamping jasad Sinuhun Hanyakrawati.
Seketika Garwa Selir tersenyum lebar mendengar sesorah dari Ki Tumenggung Mandurareja. Bahkan dadanya terlihat membusung dan matanya diedarkan keseluruh sudut pendapa. Seakan ingin mengatakan “inilah aku sang garwa selir yang lebih segalanya dari garwa padmi yang mampu mengangkat anaknya menjadi seorang raja. Walaupun anaknya serba kekurangan. sedangkan garwa padmi yakni Dyah Banowati tidak.
Mereka memang banyak yang memperhatikan Garwa Selir tersebut. Namun bukan kekaguman dan rasa hormat kepadanya. Tetapi banyak yang merasa muak dengan tingkah dari Garwa Selir itu. Busana dan perhiasan yang dikenakan sangat berlebihan bahkan seandainya untuk pesta sekali pun. Senyumannya sangat menyinggung perasaan di saat suasana duka seperti itu. Dadanya yang membusung menampakkan kesombongan dan keangkuhannya. Matanya yang liar seperti perempuan yang suka menggoda lelaki.
“Sungguh tidak pantas bagi seorang istri raja….!” Gumam atau batin banyak orang.
Namun mereka yang berada di pendapa dan sekitarnya terperangah dan terkejut ketika Ki Tumenggung Mandurareja melanjutkan kata-katanya; “Sang calon wisuda diperkenankan memasuki pendapa. Beliau adalah Pangeran Martapura…!”
“Wuoooo…..!” Gumam hampir semua orang yang tahu siapa Pangeran Martapura itu. Yang sesungguhnya sangat tidak mereka harapkan. Sedangkan mereka yang belum mengenal ingin segera tahu. Beberapa saat terdengar bergeremang orang-orang di pendapa keraton itu. Tentu berbagai macam tanggapan. Namun hampir semua orang menyayangkan bahwa wisuda itu mesti terlaksana.
Sontak seluruh yang hadir mengarahkan pandangan ke pintu dalam dari pendapa itu. Pintu yang akan dilewati oleh sang Pangeran. Bahkan kemudian pendapa menjadi hening menunggu Pangeran Martapura yang disebutkan.
Garwa Selir terlihat tersenyum lebar. Namun juga berdebar-debar bercampur aduk perasaannya.
Beberapa saat suasana hening masih menyelimuti pendapa keraton. Namun yang ditunggu tidak segera keluar. Padahal sebelumnya, Ki Tumenggung Mandurareja telah memberi isyarat kepada pengawal sang pangeran untuk bersiap.
Namun sayup-sayup terdengar sedikit keributan di belakang pintu.
“Aku emoh pakai pakaian itu….! Emoh…. sumuk – gerah….!”
“Ini pakaian seorang pangeran….! Ayo dipakai….!” Terdengar suara orang yang mendesak.
Yang terjadi di balik pintu memang demikian. Bahkan sang pangeran kemudian merebut busana ksatria itu dan melemparkannya. Juru rias dan para pengawalnya tak mampu memaksa Pangeran Martapura berbusana pakaian yang telah disiapkan. Bahkan para pengawal semakin kerepotan ketika sang pangeran meronta mencoba melarikan diri. Ia yang terbiasa bebas tanpa aturan, kini dipaksa harus menuruti perintah. Ia yang terbiasa berpakaian sesukanya, kini harus dengan pakaian yang tidak disukai.
Di pendapa yang sebelumnya hening, kini terdengar lagi bergeremang bagai kawanan tawon gung. Bahkan yang di luar pendapa pun bergeremang walau tidak jelas apa yang sedang terjadi.
Ki Tumenggung Mandurareja segera menghampiri Garwa Selir. Mungkin hanya ibundanya yang mampu membujuk Pangeran Martapura alias Raden Mas Wuryah itu.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.
