Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Ki Ageng Pengging Anom
Ki Ageng Pengging Anom tidak mengira bahwa kelahiran putranya berbarengan dengan pentas wayang kulit. Dan kebetulan pula pada malam tadi Ki Ageng Tingkir mengambil lakon Parikesit lahir. Semoga ini pertanda baik bagi putranya itu.
Namun akhirnya pentas wayang pun telah tancep kayon, telah selesai. Gunungan telah ditancapkan tegak di tengah geber. Lampu blencong telah dipadamkan. Para sinden telah diantar pulang, demikian pula para wiyaga telah pulang ke rumah masing-masing. Para penonton pun telah bubar dengan gembira. Mereka puas dengan pentas wayang dengan dalang Ki Ageng Tingkir. Nama Mas Karebet masih menjadi perbincangan mereka. Yang tersenyum lebar adalah para bakul makanan yang kelarisan. Seluruh dagangan telah habis tanpa sisa.
“Pentas wayang yang mengundang rezeki. Semoga Mas Karebet yang baru lahir kelak menjadi orang besar…..!” kata seorang bakul kepada rekannya.
“Bisa seperti Parikesit yang dilakonkan okeh Ki Dalang…..!” sahut yang lain.
Ki Ageng Tingkir selesai pentas kemudian memerlukan untuk menengok bayi yang baru dilahirkan.
“Marilah Kakang…..! Silahkan memberi restu kepada Mas Karebet anakku……!” kata Ki Ageng Pengging Anom.
“Marilah Ki Dalang…..! Mas Karebet sudah saya gedong…..!” kata Mbok Dukun yang membantu persalinan Nyi Ageng Pengging.
“Ha ha ha ha……! Tampan sekali anak ini, persis seperti Parikesit yang aku pentaskan…..!” kata Ki Ageng Tingkir.
“Aaah itu berlebihan, Kakang…..!” sahut Ki Ageng Pengging merendah.
Beberapa saat Ki Ageng Tingkir berbincang dengan Ki Ageng Pengging disamping gedongan Mas Karebet. Ketika kemudian Ki Ageng Tingkir mengajukan permintaan.
“Adi…..! Bolehkah aku ikut mendaku anak ini sebagai anakku pula? Siapa tahu ini bisa menjadi pancingan untuk Nyi Tingkir agar cepat memiliki anak pula….!” kata Ki Ageng Tingkir.
“Ooh….! tentu aku tidak berkeberatan, dan justru senang atas kesediaan Kakang untuk mengaku anak kepada Karebet…..!” jawab Ki Ageng Pengging.
“Ha ha ha ha ha….., terimakasih….., pasti Nyi Tingkir akan senang…..! Sebelum selapanan ia akan aku ajak ke sini…..!” lanjut Ki Ageng Tingkir.
“Biarlah Mbokayu Tingkir menemani Nyi Pengging selapan lebih……!” kata Ki Ageng Pengging.
“Ha ha ha ha……, kasihan juga Nyi Tingkir, aku tinggal pentas terus…..! kadang sebulan lebih duapuluh kali. Empat malam ini pentas tanpa henti…..!” kata Ki Ageng Tingkir.
“Kakang perlu istirahat, jaga kebugaran tubuh Kakang…..!” saran Ki Ageng Pengging.
Namun akhirnya Ki Ageng Tingkir mohon pamit untuk kembali ke Tingkir. Ki Ageng Pengging pun tak mungkin mencegah Ki Ageng Tingkir setelah semalaman pentas wayang kulit. Ia pulang berjalan kaki ke dusun Tingkir yang harus naik turun dan melewati sungai.
Sesungguhnya, Ki Ageng Tingkir sangat kelelahan karena pentas yang berturut-turut. Dan kini semalaman tidak tidur dan kemudian harus menempuh perjalanan yang berat. Namun demikian, Ki Ageng Tingkir berusaha untuk segera sampai di rumahnya.
Nyi Ageng Tingkir cemas melihat sang suami pucat pasi dan tubuhnya gemetaran.
“Nyi……! Aku ingin tidur…..! Aku lelah dan sangat mengantuk…..!” Kata Ki Ageng Tingkir yang biasanya ceria dan suka bercanda itu.
“Tidurlah Ki…..! Tetapi aku buatan minuman dulu…..!” kata Nyi Ageng Tingkir.
“Sebentar Nyi….., aku mau bilang sebelum tidur…..!” kata Ki Ageng Tingkir lirih.
“Katakan Ki…..!” pinta Nyi Tingkir.
“Anu Nyi…..! Ki Ageng Pengging telah berputra tampan dan kuat….!” kata Ki Ageng Tingkir berbisik.
“Namanya Mas Karebet…..! Anak itu aku angkat juga sebagai anak kita, Nyi……!” kata Ki Ageng Tingkir semakin pelan.
Setelah berkata demikian, Ki Ageng Tingkir langsung tertidur.
“Beristirahatlah Kakang….., aku mau membuat minuman dan sayur bobor kesukaan Kakang…..!” kata Nyi Tingkir yang kemudian meninggalkan Ki Ageng Tingkir yang tertidur.
………….
Bersambung……….
Petuah Sumpah: “Sehebat apapun seseorang pasti ada batas kemampuan raganya. Beristirahat itu perlu.”
(@SUN).
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.