Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(541)
Mataram.
Seri Danang Sutawijaya.
Kanjeng Sunan Mrapen beserta yang menyertainya segera meninggalkan Surabaya untuk menyusul Kanjeng Adipati Panji Wiryakrama.
Kanjeng Sunan Mrapen tidak ingin terlambat sehingga peperangan besar telah pecah. Jika peperangan telah terjadi tentu akan sangat sulit untuk menghentikannya.
Menurut perhitungannya, pasukan Surabaya pasti masih akan bermalam di perjalanan sebelum sampai di Lamongan. Pasukan yang besar dan berjalan kaki tentu akan lambat perjalanannya.
Sementara itu, pasukan Lamongan telah sampai di padang rumput yang luas yang di beberapa tempat tumbuh tetumbuhan perdu. Demikian juga ada pohon-pohon namun jarang. Tempat yang cocok untuk pertempuran secara terbuka. Dalam keadaan yang seperti itu, pasukan yang lebih besar akan lebih mudah memenangkan pertempuran. Tetapi para senopati Lamongan memiliki rencananya sendiri. Rumpun- rumpun perdu itu bisa menjadi tempat untuk memasang jebakan. Demikian pula sungai sebagai batas kadipaten itupun bisa dimanfaatkan untuk memasang jebakan. Di tepi jalan setapak itu sengaja ditanam pohon kelapa yang berjejer rapi. Degan kelapa muda yang akan sangat berguna bagi para pengguna jalan yang melintasi perbatasan itu. Namun kini, pohon-pohon kelapa itu akan dijadikan tempat jebakan yang bisa mengurangi jumlah lawan.
Dalam peperangan, jebakan adalah salah satu cara untuk menenangkan sebuah peperangan.
Dalam pada itu, pasukan Surabaya harus bermalam di hutan di luar kademangan Palebon. Mereka sengaja bermalam di tepi sungai yang tidak terlalu besar sehingga memudahkan untuk berbagai keperluan.
Para petinggi telah dibuatkan tenda darurat, sedangkan para prajurit bisa beristirahat di manapun karena satu itu musim kemarau.
Demikian pula Ki Panji Wiryakrama dan Raden Pranatu dan para petinggi yang lain telah disediakan tenda darurat.
Malam telah menjelang ketika Kanjeng Sunan Mrapen telah bisa menyusul pasukan Surabaya.
Kanjeng Sunan Mrapen terkejut ketika seorang prajurit mengabarkan bahwa Kanjeng Sunan Mrapen ingin bertemu.
“Ooh….., Kanjeng Sunan Mrapen berkenan hadir di sini….? Pasti akan mendukung perlawanan kita terhadap Pajang…..! Biar beliau aku songsong….!” Berkata Kanjeng Adipati Panji Wiryakrama.
Kanjeng Adipati Panji Wiryakrama segera bergegas menemui Kanjeng Sunan Mrapen dengan gembira. Ia menduga, kehadiran Kanjeng Sunan Mrapen tersebut untuk memberi dukungan kepada pasukan bang wetan untuk melawan Pajang. Ia merasa bahwa ia telah menjadi seorang siswa dari Kanjeng Sunan Mrapen yang baik.
“Marilah Kanjeng beserta kisanak sekalian singgah di kemah kami…..!” Berkata Kanjeng Panji Wiryakrama.
“Baiklah, mari…..!” Jawab Kanjeng Sunan Mrapen.
Setelah menyapa dengan salam keagamaan dan saling berkabar keselamatan, Kanjeng Sunan Mrapen menyampaikan keinginannya untuk berbicara empat mata dengan Kanjeng Adipati Panji Wiryakrama.
“Baiklah Kanjeng…..!” Berkata Kanjeng Adipati Panji Wiryakrama.
Kanjeng Sunan Mrapen dan Kanjeng Adipati Panji Wiryakrama kemudian berbincang berdua di sebuah kemah.
Kanjeng Sunan Mrapen menghendaki agar tidak ada yang mendengar perbincangan itu.
Cukup lama beliau berdua berbincang. Ketika kemudian Kanjeng Sunan Mrapen meminta Raden Pranatu untuk bergabung dalam perbincangan itu.
Raden Pranatu adalah seorang anak muda dari Madura yang sangat dihormati oleh seluruh prajurit dari Madura.
Kini mereka berbincang bertiga. Tidak ada yang mendengar perbincangan mereka bertiga.
Perbincangan pun berlangsung cukup lama dan berlangsung dengan sungguh-sungguh.
“Jika kalian telah bersepakat, aku ingin bertemu dengan seluruh pimpinan pasukan ini…..!” Pinta Kanjeng Sunan Mrapen.
……………
Bersambung………..
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.