Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(547)
Mataram.
Seri Danang Sutawijaya.
Kanjeng Adipati Lamongan pun bersyukur karena terhindar dari perang besar. Terlebih wilayah Lamongan akan menjadi ajang pertempuran. Kalah atau menang, korban akan berjatuhan. Bahkan jika kalah perang, rumah-rumah di sekitar pertempuran akan menjadi sasaran penjarahan, dan keraton Lamongan pun akan dijarah pula. Tak terkecuali para wanita cantik pasti akan menjadi rampasan perang seperti barang.
Kanjeng Adipati Lamongan sangat kagum dengan kegigihan dan bijaknya Kanjeng Sunan Mrapen. Beliau mampu meluluhkan hati para petinggi negeri. Mulai dari Kanjeng Sultan Hadiwijaya, Kanjeng Adipati Panji Wiryakrama, Raden Pranatu, Ki Penjawi, Adipati Rangga Jumena dan ia sendiri dan para adipati yang lain. Kewibawaan Kanjeng Sunan Mrapen sungguh sangat besar.
Perang besar yang hampir saja pecah, akhirnya urung terjadi.
Kanjeng Sunan Mrapen kemudian meminta kepada mereka untuk kembali ke pasukan mereka masing-masing.
Pasukan mereka masing-masing untuk segera kembali ke kadipaten-kadipaten masing-masing.
“Sesungguhnya pasukan Pajang di pagi hari nanti akan bergerak untuk menyerang pasukan Lamongan. Namun akan segera aku cegah agar tidak terlanjur terjadi benturan…..!” Berkata Kanjeng Adipati Rangga Jumena.
“Pasukan kami juga sudah siap menyambut dengan berbagai macam jebakan….!” Jawab Adipati Lamongan.
“He he he….., Adi Adipati. Kami telah mengetahui jebakan-jebakan di sepanjang jalan yang akan kami lalui. Namun kami telah merencanakan untuk menggunakan gelar sapit urang. Serangan dari sayap kiri dan sayap kanan…..!” Sahut Ki Penjawi.
“Sudahlah……! Semua urung terjadi. Sekarang kembalilah…..!” Berkata Kanjeng Sunan Mrapen.
Hari menjelang dini ketika mereka telah kembali ke barak pasukan masing-masing.
Ki Penjawi dan Kanjeng Adipati Rangga Jumena segera menemui para senopati yang sedang bersiap untuk menggelar gelar perang Sapit Urang. Menurut rencana, sebelum matahari semburat merah, mereka akan menyerang secara mendadak pasukan lawan. Pada saat seperti itu, pasukan lawan pasti belum bersiap.
“Kita batalkan rencana penyerangan itu. Sebaliknya kita segera berbenah untuk kembali ke Madiun dan ke Pajang……!” Berkata Ki Penjawi selaku senopati agung.
‘”Apakah itu artinya kita menyerah kalah kepada musuh, Gusti Senopati…..?” Bertanya salah seorang senopati.
“Tidak ada kata menyerah dan kalah. Tetapi ini semua sudah menjadi keputusan kami para petinggi dari dua kubu. Semuanya akan menarik pasukan masing-masing. Semua ini berkat kewibawaan Kanjeng Sunan Mrapen. Dan semua ini sudah sepengetahuan Kanjeng Sultan Hadiwijaya di Pajang…..!” Berkata Senopati Agung Ki Penjawi.
“Sesungguhnya kami kecewa, karena kemenangan sudah di depan mata. Pasukan Lamongan yang kecil itu akan dengan mudah kita gulung dari dua sisi…..!” Berkata salah seorang senopati.
“Kita tidak perlu kecewa, tetapi sebaliknya harus bersyukur karena tidak akan terjadi korban dari kedua belah pihak. Dan semua ini sudah sepengetahuan dari Kanjeng Sultan Hadiwijaya di Pajang…..!” Berkata Ki Penjawi.
“Kemenangan yang sesungguhnya adalah tidak terjadinya perang itu sendiri. Kemenangan tidak hanya menjadi milik satu pihak, tetapi semua pihak menjadi pemenang……!” Berkata Kanjeng Adipati Rangga Jumena.
Ki Penjawi masih memberikan beberapa pengertian sehingga para senopati bisa menerima keputusan untuk menarik diri.
Para prajurit banyak yang belum bisa menerima, mengapa pasukan yang telah siap tempur itu tiba-tiba harus menarik diri. Bahkan tak sedikit pula yang sangat kecewa dengan keputusan itu. Mereka merasa telah berlatih beberapa tahun agar terpilih menjadi bagian dari pasukan utama. Dan mereka ingin membuktikan kemampuannya di medan pertempuran yang sesungguhnya. Kesempatan itu bisa untuk menaikkan derajat pangkat mereka. Namun kesempatan itu hilang begitu saja.
……………….
Bersambung…………
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.