Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
450
Jaka Tingkir.
Seri Danang Sutawijaya.
Raden Mas Danang Sutawijaya belum tahu maksud dari Kiai Tunggulwulung tersebut. Namun dengan nalarnya ia mengira, bahwa yang digali adalah pusaka-pusaka seperti yang diceritakan oleh Kiai Tunggulwulung sebelumnya.
“Ada terlihat kain, Kiai…..!” Berkata Ki Suteja.
“Sekarang dikorek saja dengan pelan dan berhati-hati….!” Pinta Kiai Tunggulwulung.
Ki Suteja dan kawannya dengan hati-hati mengorek tanah di sekitar kain yang telah terlihat.
Akhirnya, pusaka-pusaka yang dibungkus kain telah diangkat.
Kain selubung kemudian dibuka. Terdapat belasan pusaka yang masih terlihat bersih. Ada tombak, trisula, canggah dan beberapa keris. Dan Ada sebuah pusaka yang berupa kain hitam kelam.
Raden Mas Danang Sutawijaya tertegun melihat pusaka-pusaka itu.
“Inilah pataka yang aku ceritakan tadi, Raden…..!” Berkata Kiai Tunggulwulung sambil mengangkat kain hitam kelam yang bertangkai kayu.
“Berwarna hitam kelam dan tanpa gambar apapun….!” Sahut Raden Mas Danang Sutawijaya.
“Benar, Raden…..! Untuk Raden ketahui bahwa pusaka yang berupa pataka hitam kelam ini memiliki khasiat penolak balak, yakni penolak wabah suatu penyakit. Namun tentu saja atas berkenan dari Nya……!” Lanjut Kiai Tunggulwulung.
Raden Mas Danang Sutawijaya hanya mengangguk-angguk.
“Seluruh pusaka-pusaka ini kami serahkan kepada Raden agar nantinya berguna bagi kejayaan negeri yang Raden sedang bangun itu…..!” Lanjut dari Kiai Tunggulwulung.
“Terimakasih Kiai, dengan penuh hormat saya terima…..!” Jawab Raden Mas Danang Sutawijaya.
“Jika demikian aku sudah lega, sudah siap seandainya Sang Penguasa Hidup memanggilku….!” Berkata Kiai Tunggulwulung.
“Kiai pasti akan tetap sehat dan kuat menjalani hidup ini…..!” Berkata Raden Mas Danang Sutawijaya untuk membesarkan hati Kiai Tunggulwulung.
“Ooh ya Kiai….., kalau berkenan, pusaka berupa pataka hitam kelam ini, sebagai penghormatan kepada Kiai Tunggulwulung, akan saya beri nama Pusaka Kiai Tunggulwulung pula…..!” Berkata Raden Mas Danang Sutawijaya.
“Baiklah Raden, saya tidak berkeberatan…..! Lagi pula, wulung itu artinya hitam, sedangkan tunggul bisa dimaknai pataka, bendera atau panji-panji. Jadi memang selaras jika pataka ini dinamai Kiai Tunggulwulung, bukan semata karena namaku….!” Dalih dari Kiai Tunggulwulung.
Kemudian Kiai Tunggulwulung melanjutkan.
“Sedangkan tombak ini juga tombak pusaka yang dahulu tidak sempat digunakan dalam perang Majapahit. Tombak ini sejak semula sudah dinamai ‘Tombak Tunggulnaga.’ …….!”
“Tombak Tunggulnaga…..!” Ulang Raden Mas Danang Sutawijaya.
“Sedangkan yang lain, silahkan Raden-lah yang berkenan memberi nama…..!” Lanjut Kiai Tunggulwulung.
Kain pembungkus pusaka-pusaka itu kemudian dibersihkan dan kembali untuk membungkus pusaka-pusaka itu. Dengan penuh hormat Kiai Tunggulwulung menyerahkan kepada Raden Mas Danang Sutawijaya yang disaksikan oleh Ki Suteja dan seorang kawannya.
“Antarkan ke pelana kuda, dan ikatan di kuda itu, Teja…..!” Berkata Kiai Tunggulwulung kemudian.
Ki Suteja dan kawannya kemudian menjalankan pesan dari Kiai Tunggulwulung.
Setelah berbincang beberapa saat, Raden Mas Danang Sutawijaya kemudian mohon pamit, dengan berdalih bahwa akan melanjutkan babat hutan Alas Mentaok dan membuat pemukiman.
“Paman Ki Suteja dan warga pedusunan ini silahkan berkunjung ke tempat kami. Dan kami terbuka untuk menerima siapapun untuk ikut menjadi penghuni serta warga negeri yang sedang kami bangun…..!” Penawaran dari Raden Mas Danang Sutawijaya.
“Dengan senang hati, Raden…..!” Dalam waktu dekat kami akan menghadap.
“Kami tunggu kehadiran Paman dan yang lain ke pondok kami yang sedang dibangun…..! Dan kami pun dalam suatu kesempatan semoga bisa berkunjung ke pertapaan ini……!” Lanjut Raden Mas Danang Sutawijaya.
…………..
Bersambung……..
(@SUN)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Saya senang ikut membacanya, trims